Saya pernah menonton sebuah film tentang kelas menulis untuk orangtua dan pekerja. Golongan yang dianggap telat untuk belajar kembali. Entah karena umur mereka yang sudah advance atau kesibukan mereka yang sangat menyita waktu.
Di dalamnya ada beberapa poin penting yang saya bisa ambil. Pertama, menulis itu bisa dilakukan oleh semua orang. Tinggal wujudkan apa yang di pikiran kita ke dalam tulisan. Di dalam film itu semua peserta kelas menulis diwajibkan untuk selalu membuat recap tentang apa yang mereka kerjakan di hari itu. Easy. Untuk hal ini generasi X sering melakukannya di buku catatan harian alias diary. Dan sekaligus ini masuk ke poin kedua, yaitu latihan.
Alah bisa karena biasa. Pekerjaan sesulit apapun akan bisa dikerjakan kalau kita sering mengulang-ulang. Saya teringat saat saya pertama kali melakukan edit video. Untuk durasi 3 menit saja saya baru bisa selesaikan dalam waktu 8 jam lebih. Ini karena saya belum familiar dengan tools dan interface aplikasi editing itu. Ditambah dikerjakannya di iMac, alat yang baru saya lihat. Sangat berbeda dengan komputer Windows. Tapi setelah saya terbiasa dengan tools dan interface aplikasinya, terbiasa dengan pekerjaannya, terbiasa dengan ritmenya, maka edit video dengan durasi 3 menit itu bisa dikerjakan dalam waktu setengah jam saja.
Artinya apa? Membiasakan diri saja. Karena kita bukanlah akademisi, jurnalis, novelis atau scriptwriter menulis menjadi pekerjaan yang kesekian setelah pekerjaan-pekerjaan kita lainnya. Makanya akan perlu usaha lebih besar untuk menuliskan isi kepala kita dengan pemilihan kata yang dirasa tepat mewakilinya.
Yang terakhir, banyak membaca. Selain membuka wawasan berpikir, juga dapat memberikan kita referensi gaya penulisan. Mau menjadi penulis cerpen maka sering-seringlah membaca karya-karya cerpenis.
Jadi, siapa bilang menulis itu susah? Kita saja yang belum terbiasa makanya kita anggap susah.
Comments
Post a Comment