Skip to main content

Tamu Api dan Bara

 

Seorang lelaki tua menyembelih seekor sapi gemuk, dagingnya merah segar, dan ia menyalakan bara panggangan dengan semangat. Sembari menatap api yang menari, ia berkata kepada putrinya,

“Anakku, pergilah, panggil para kerabat, sahabat, dan tetangga. Katakan pada mereka bahwa ada pesta besar di rumah kita—mari kita rayakan keberkahan ini!”

Sang putri melangkah keluar dengan langkah ringan, tetapi suara yang keluar dari bibirnya berbeda dari perintah ayahnya. Ia berteriak lantang, suaranya melayang ke penjuru jalan, 

“Tolong! Api melahap rumah ayahku! Bantulah kami memadamkan kebakaran ini!”

Beberapa orang muncul dari rumah-rumah mereka, wajah mereka mencerminkan kekhawatiran dan niat baik. Namun, banyak pula yang tetap tinggal di dalam, memalingkan telinga dari panggilan itu, seperti angin yang lewat tanpa bekas.

Orang-orang yang datang membantu akhirnya duduk di meja panjang, menikmati makanan yang disajikan dengan tangan tulus. Gelak tawa memenuhi malam itu, seakan bintang-bintang turut bergembira.

Namun sang ayah memandang lingkaran tamunya dengan dahi berkerut. Ia berbisik kepada putrinya,

 “Anakku, dari semua yang datang, kebanyakan adalah wajah-wajah yang tak kukenal, bahkan asing bagiku. Di mana kerabat kita? Sahabat kita? Dan para tetangga?”

Sang putri menatap ayahnya, dengan senyum yang mengandung makna dalam, lalu berkata,

“Mereka yang datang bukanlah untuk pesta, Ayah. Mereka datang untuk memadamkan api. Mereka datang saat kita membutuhkan tangan, bukan sekadar berbagi kemewahan. Merekalah yang layak menerima keramahan dan kehangatan meja ini."


Pesan moral:

Orang-orang yang memilih pergi di saat malam hidupmu penuh badai, tidak pantas hadir dalam perayaanmu di bawah sinar terang mentari.
-C-

 

Comments

Popular posts from this blog

Al-Qur'an: Masterpiece Copywriting dari Sang Pencipta

Pernahkah Anda berpikir bahwa Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bisa disebut sebagai bentuk copywriting yang sempurna? Bagi sebagian orang, gagasan ini mungkin terdengar unik, bahkan mengejutkan. Namun, jika kita melihat lebih dalam, keindahan, kekuatan pesan, dan pengaruh emosional dalam Al-Qur'an memang memiliki banyak kesamaan dengan elemen-elemen dalam seni copywriting . Bahkan, ia melampaui batasan copywriting modern dengan tujuan yang jauh lebih mulia dan dampak yang abadi. Mari kita bedah bersama mengapa Al-Qur'an layak disebut sebagai karya copywriting yang sempurna. Apa Itu Copywriting? Sebelum masuk ke inti pembahasan, mari kita definisikan dulu apa itu copywriting . Secara sederhana, copywriting adalah seni menulis teks yang dirancang untuk memengaruhi pembaca atau audiens agar melakukan tindakan tertentu. Dalam dunia pemasaran, ini sering kali berarti membeli produk, mendaftar layanan, atau bahkan sekadar memberikan perhatian pada suatu pesan. Teks copywriti...

Tren "We Listen, We Don't Judge": Ketika Sepak Bola Humor Salah Kaprah di Indonesia

  Sepak bola dan tren media sosial punya kesamaan menarik: dua-duanya seru, penuh strategi, tapi sering juga salah kaprah saat dimainkan di lapangan yang berbeda. Salah satu tren media sosial yang bikin geger adalah " We Listen, We Don't Judge ." Kalau diibaratkan sepak bola, ini seperti permainan passing bola yang rapi: intinya berbagi cerita tanpa  tackle  berlebihan. Tapi saat tren ini dibawa ke Indonesia, kadang rasanya seperti nonton  striker  ngotot bawa bola sendiri ke gawang... yang malah autogol. Kick-Off: Makna Asli Tren Tren " We Listen, We Don’t Judge " dimulai dengan niat mulia. Bayangkan seorang  striker  yang bekerja sama dengan tim, oper bola cantik, dan akhirnya cetak gol bersama-sama. Di tren ini, semua orang berbagi cerita lucu tentang diri sendiri, sambil memastikan nggak ada yang merasa di- tackle  habis-habisan. Misalnya: "Kemarin ngantuk banget, salah masuk kamar orang lain di hotel. Untung nggak kena  ...

Pedang yang Tak Pernah Mereka Pegang, Tapi Darahnya Menggenang

Mereka bilang Islam menyebar dengan pedang. Itu sudah lagu lama. Kaset usang yang terus diputar ulang, bahkan saat listrik mati akal sehat. Dari ruang kelas hingga siaran televisi, dari artikel ilmiah yang pura-pura netral hingga obrolan kafe yang penuh superioritas samar—semua ikut bernyanyi dalam paduan suara yang berlagak objektif, tapi sebenarnya penuh kebencian dan ketakutan yang diwariskan secara turun-temurun. Konon, agama ini ekspansionis. Konon, para penganutnya doyan perang. Tapi mari kita berhenti sejenak. Tarik napas. Lihat sekeliling. Lihat reruntuhan di Irak yang bahkan belum sempat dibangun kembali. Lihat anak-anak di Gaza yang hafal suara drone lebih daripada suara tawa. Lihat reruntuhan peradaban yang ditinggal pergi oleh para pembawa “perdamaian.” Lalu tanya satu hal sederhana: siapa sebenarnya yang haus darah? Barat menyukai wajahnya sendiri di cermin. Tapi bukan cermin jujur—melainkan cermin sihir seperti di kisah ratu jahat. Di dalamnya, wajah pembantai bisa te...