*"Kata 'di' sebagai imbuhan digunakan dalam kalimat pasif. Misalnya, pada kata 'dimakan', 'dilakukan', 'dimasak', 'ditulis', dan sebagainya.
Sebagai kata depan, kata 'di' menunjukkan arah, tempat, dan waktu. Misalnya, pada kata 'di sekolah', 'di atas meja', 'di pagi hari', 'di sebelah barat', dan sebagainya.
Sekarang sudah tahu kan? Tolong perbaiki lagi tulisannya ya."*
Catatan itu masih aku simpan sampai hari ini, tulisan tangan dosen pembimbingku dengan tinta biru yang mulai pudar. Catatan sederhana, tapi menjadi pedoman yang melekat dalam setiap tulisanku.
Namun, ingatan akan catatan itu tiba-tiba muncul lagi saat aku membaca pesan dari grup WhatsApp sekolah anakku. Sebuah pesan yang membuatku ingin segera menyalin dan mengirimkan ulang catatan itu.
"Untuk pengambilan raport akan di lakukan dijam 10 pagi."
Aku mendesah pelan. Bukannya marah, tapi rasanya seperti melihat pasir halus di atas lantai yang baru saja disapu. Mengganggu.
Sebenarnya, aku tahu betul bahwa banyak orang Indonesia masih sering keliru dengan penggunaan kata "di." Bahkan orang-orang terpelajar sekalipun. Namun, ketika itu muncul dari seorang guru, rasanya sedikit... ironis.
Tanganku gatal ingin mengetikkan koreksi langsung. Tapi aku tahu, menegur dengan cara itu hanya akan membuat suasana jadi canggung.
Akhirnya, aku memilih untuk membalas pesan dengan santun, sambil diam-diam menyisipkan koreksi:
"Terima kasih atas informasinya. Saya akan datang untuk pengambilan rapor yang dilakukan di jam 10 pagi."
Aku menghela napas lega setelah menekan tombol kirim. Semoga beliau menyadari koreksinya. Kalau pun tidak, setidaknya aku sudah mencoba.
Dan sementara itu, catatan dosenku tetap berada di dalam laci meja, menjadi pengingat kecil yang tak pernah pudar.
Comments
Post a Comment