Skip to main content

Otobiografi Arie Arnast




Kenalin, kamu lagi berhadapan sama Arie Arnast. Lahir dan besar di Jakarta, tanggal 6 April 1978 jadi awal perjalanan hidup yang penuh warna. Sejak kecil, Arie sudah punya ketertarikan yang besar di dunia media dan kreatif. Nggak heran, dia akhirnya memutuskan kuliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, ambil jurusan Sastra Cina. Tapi nggak cuma itu, Arie juga sempat ambil beberapa semester di bidang periklanan. Jadi, dari sana dia dapat bekal ilmu komunikasi yang kreatif dan pemahaman budaya yang luas.

Karirnya dimulai sebagai reporter di Mandarin Pos pada tahun 1999. Tapi nggak berhenti di situ, karir Arie melesat saat dia bergabung dengan Trans TV sebagai Video Editor dari 2001 sampai 2012. Selama lebih dari sepuluh tahun, dia nggak cuma jadi editor biasa, tapi jadi andalan di berbagai program, mulai dari berita, olahraga, sampai hiburan. Kamu tahu kan, kerjaan editor itu butuh skill tingkat tinggi? Nah, Arie menguasai berbagai software editing, seperti Final Cut Pro, Avid Media Composer, Adobe Premiere, Edius, sampai News Flash. Jadi, nggak heran kalau dia bisa ngedit tayangan apa aja dengan lancar.

Setelah di Trans TV, Arie lanjut berkarya di PT. Cakrawala Andalas Televisi sebagai Senior Creative, lalu pindah lagi ke MNC Channels sebagai Creative Content Channels Section Head. Di sini, dia mulai banyak terlibat di program-program yang membutuhkan ide-ide fresh, mulai dari perencanaan sampai produksi segmen kreatif. Dia juga berhasil bikin brand integration untuk produk-produk besar seperti Torabika dan Fatigon. Jadi, nggak cuma kreatif, Arie juga punya pemahaman bisnis yang bagus.

Selain di dunia kreatif, Arie pernah jadi Communication Specialist di Pusat Studi Al-Qur’an dan bahkan pernah jadi dosen di sana. Ini nambah pengalaman baru buat Arie, karena dia jadi punya kesempatan untuk berbagi ilmu dan berkomunikasi dengan publik dalam bentuk yang berbeda. Punya pengalaman di media, akademis, dan komunikasi publik bikin Arie jadi sosok yang serba bisa.

Selama karirnya, Arie sudah terlibat di berbagai proyek menarik, dari acara Super Sunday Football, Stand Up Comedy, sampai Perang Bintang. Salah satu program yang cukup spesial adalah Hikmah, program dokumenter yang menyoroti kehidupan penyandang disabilitas. Program ini bahkan berhasil menangin Anugrah KPI di 2022 dan Anugerah Syiar Ramadan di 2023. Bikin bangga, kan?

Kalau ngomongin sifat, Arie itu tipe orang yang disiplin, pekerja keras, dan punya kemampuan analisis yang kuat. Dia juga bisa banget kerja bareng tim dan tahan banting kalau harus kejar-kejaran sama deadline. Di luar kerjaan, Arie punya hobi yang bikin hidupnya makin seimbang—dia suka sejarah, sepak bola, dan juga aktif di seni bela diri kayak taekwondo dan muay thai.

Dengan segala pengalaman dan keahliannya, Arie adalah sosok yang siap untuk terus berkontribusi di industri media dan kreatif. Bagi Arie, bekerja itu bukan cuma soal mengejar karir, tapi juga soal memberi dampak positif dan bikin karya yang berarti.

 

Comments

Popular posts from this blog

Al-Qur'an: Masterpiece Copywriting dari Sang Pencipta

Pernahkah Anda berpikir bahwa Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bisa disebut sebagai bentuk copywriting yang sempurna? Bagi sebagian orang, gagasan ini mungkin terdengar unik, bahkan mengejutkan. Namun, jika kita melihat lebih dalam, keindahan, kekuatan pesan, dan pengaruh emosional dalam Al-Qur'an memang memiliki banyak kesamaan dengan elemen-elemen dalam seni copywriting . Bahkan, ia melampaui batasan copywriting modern dengan tujuan yang jauh lebih mulia dan dampak yang abadi. Mari kita bedah bersama mengapa Al-Qur'an layak disebut sebagai karya copywriting yang sempurna. Apa Itu Copywriting? Sebelum masuk ke inti pembahasan, mari kita definisikan dulu apa itu copywriting . Secara sederhana, copywriting adalah seni menulis teks yang dirancang untuk memengaruhi pembaca atau audiens agar melakukan tindakan tertentu. Dalam dunia pemasaran, ini sering kali berarti membeli produk, mendaftar layanan, atau bahkan sekadar memberikan perhatian pada suatu pesan. Teks copywriti...

Tren "We Listen, We Don't Judge": Ketika Sepak Bola Humor Salah Kaprah di Indonesia

  Sepak bola dan tren media sosial punya kesamaan menarik: dua-duanya seru, penuh strategi, tapi sering juga salah kaprah saat dimainkan di lapangan yang berbeda. Salah satu tren media sosial yang bikin geger adalah " We Listen, We Don't Judge ." Kalau diibaratkan sepak bola, ini seperti permainan passing bola yang rapi: intinya berbagi cerita tanpa  tackle  berlebihan. Tapi saat tren ini dibawa ke Indonesia, kadang rasanya seperti nonton  striker  ngotot bawa bola sendiri ke gawang... yang malah autogol. Kick-Off: Makna Asli Tren Tren " We Listen, We Don’t Judge " dimulai dengan niat mulia. Bayangkan seorang  striker  yang bekerja sama dengan tim, oper bola cantik, dan akhirnya cetak gol bersama-sama. Di tren ini, semua orang berbagi cerita lucu tentang diri sendiri, sambil memastikan nggak ada yang merasa di- tackle  habis-habisan. Misalnya: "Kemarin ngantuk banget, salah masuk kamar orang lain di hotel. Untung nggak kena  ...

Pedang yang Tak Pernah Mereka Pegang, Tapi Darahnya Menggenang

Mereka bilang Islam menyebar dengan pedang. Itu sudah lagu lama. Kaset usang yang terus diputar ulang, bahkan saat listrik mati akal sehat. Dari ruang kelas hingga siaran televisi, dari artikel ilmiah yang pura-pura netral hingga obrolan kafe yang penuh superioritas samar—semua ikut bernyanyi dalam paduan suara yang berlagak objektif, tapi sebenarnya penuh kebencian dan ketakutan yang diwariskan secara turun-temurun. Konon, agama ini ekspansionis. Konon, para penganutnya doyan perang. Tapi mari kita berhenti sejenak. Tarik napas. Lihat sekeliling. Lihat reruntuhan di Irak yang bahkan belum sempat dibangun kembali. Lihat anak-anak di Gaza yang hafal suara drone lebih daripada suara tawa. Lihat reruntuhan peradaban yang ditinggal pergi oleh para pembawa “perdamaian.” Lalu tanya satu hal sederhana: siapa sebenarnya yang haus darah? Barat menyukai wajahnya sendiri di cermin. Tapi bukan cermin jujur—melainkan cermin sihir seperti di kisah ratu jahat. Di dalamnya, wajah pembantai bisa te...