Skip to main content

Senandung Jakarta di Sore Hari


Jakarta,
kau berdiri angkuh dan manis sekaligus,
di antara langit kelabu dan senja yang malu-malu
memoles cakrawala dengan rona jingga yang pelan
seakan tak ingin terburu-buru
mengakhiri hari yang penuh sesak.

Gedung-gedungmu
tegak seperti puisi yang dibangun dari baja dan kaca,
menyentuh langit tanpa ragu,
memantulkan cahaya yang kini mulai redup
namun tetap anggun,
seolah berkata:
“Aku pernah menyala, aku akan bersinar lagi esok pagi.”

Sungai kecil mengalir pelan di bawahnya,
cokelat dan jujur,
menjadi saksi bisu ribuan langkah yang pulang
menyusuri lorong-lorong waktu bernama rutinitas.
Lampu-lampu kendaraan menyalakan nyawa jalanan,
seperti bintang-bintang yang terlalu cinta tanah
hingga enggan bersemayam di langit.

Para pekerja—
dengan tubuh lelah dan mata yang menatap jauh
ke arah rumah,
ke arah pelukan,
ke arah nasi hangat dan anak-anak yang menunggu cerita—
mereka pulang,
dalam diam yang penuh harapan.

Sore di Jakarta bukan sekadar waktu,
ia adalah rasa.
Campuran getir dan manis,
antara ambisi dan kerinduan,
antara hiruk-pikuk dan hening yang dirindukan.
Di sela-sela hon dan langkah cepat,
terselip doa-doa kecil:
tentang rezeki yang cukup,
tentang waktu luang yang utuh,
tentang hidup yang tetap hangat walau tak selalu mudah.

Jakarta,
kau tak pernah benar-benar tidur,
tapi soremu adalah jeda yang lembut,
sebelum malam mengganti baju dan
menghidupkan lampu-lampu mimpi.

Dan di balik segala riuh dan gegap gempita,
kau tetap cantik,
dalam caramu yang paling sederhana—
ketika senja jatuh perlahan
di sela bayang gedung-gedung yang tak pernah lelah
menjaga langitmu.

Comments

Popular posts from this blog

Al-Qur'an: Masterpiece Copywriting dari Sang Pencipta

Pernahkah Anda berpikir bahwa Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bisa disebut sebagai bentuk copywriting yang sempurna? Bagi sebagian orang, gagasan ini mungkin terdengar unik, bahkan mengejutkan. Namun, jika kita melihat lebih dalam, keindahan, kekuatan pesan, dan pengaruh emosional dalam Al-Qur'an memang memiliki banyak kesamaan dengan elemen-elemen dalam seni copywriting . Bahkan, ia melampaui batasan copywriting modern dengan tujuan yang jauh lebih mulia dan dampak yang abadi. Mari kita bedah bersama mengapa Al-Qur'an layak disebut sebagai karya copywriting yang sempurna. Apa Itu Copywriting? Sebelum masuk ke inti pembahasan, mari kita definisikan dulu apa itu copywriting . Secara sederhana, copywriting adalah seni menulis teks yang dirancang untuk memengaruhi pembaca atau audiens agar melakukan tindakan tertentu. Dalam dunia pemasaran, ini sering kali berarti membeli produk, mendaftar layanan, atau bahkan sekadar memberikan perhatian pada suatu pesan. Teks copywriti...

Tren "We Listen, We Don't Judge": Ketika Sepak Bola Humor Salah Kaprah di Indonesia

  Sepak bola dan tren media sosial punya kesamaan menarik: dua-duanya seru, penuh strategi, tapi sering juga salah kaprah saat dimainkan di lapangan yang berbeda. Salah satu tren media sosial yang bikin geger adalah " We Listen, We Don't Judge ." Kalau diibaratkan sepak bola, ini seperti permainan passing bola yang rapi: intinya berbagi cerita tanpa  tackle  berlebihan. Tapi saat tren ini dibawa ke Indonesia, kadang rasanya seperti nonton  striker  ngotot bawa bola sendiri ke gawang... yang malah autogol. Kick-Off: Makna Asli Tren Tren " We Listen, We Don’t Judge " dimulai dengan niat mulia. Bayangkan seorang  striker  yang bekerja sama dengan tim, oper bola cantik, dan akhirnya cetak gol bersama-sama. Di tren ini, semua orang berbagi cerita lucu tentang diri sendiri, sambil memastikan nggak ada yang merasa di- tackle  habis-habisan. Misalnya: "Kemarin ngantuk banget, salah masuk kamar orang lain di hotel. Untung nggak kena  ...

Pedang yang Tak Pernah Mereka Pegang, Tapi Darahnya Menggenang

Mereka bilang Islam menyebar dengan pedang. Itu sudah lagu lama. Kaset usang yang terus diputar ulang, bahkan saat listrik mati akal sehat. Dari ruang kelas hingga siaran televisi, dari artikel ilmiah yang pura-pura netral hingga obrolan kafe yang penuh superioritas samar—semua ikut bernyanyi dalam paduan suara yang berlagak objektif, tapi sebenarnya penuh kebencian dan ketakutan yang diwariskan secara turun-temurun. Konon, agama ini ekspansionis. Konon, para penganutnya doyan perang. Tapi mari kita berhenti sejenak. Tarik napas. Lihat sekeliling. Lihat reruntuhan di Irak yang bahkan belum sempat dibangun kembali. Lihat anak-anak di Gaza yang hafal suara drone lebih daripada suara tawa. Lihat reruntuhan peradaban yang ditinggal pergi oleh para pembawa “perdamaian.” Lalu tanya satu hal sederhana: siapa sebenarnya yang haus darah? Barat menyukai wajahnya sendiri di cermin. Tapi bukan cermin jujur—melainkan cermin sihir seperti di kisah ratu jahat. Di dalamnya, wajah pembantai bisa te...