“Invasimu berhenti di sini.”
Suara Superman terpantul di udara, berat dan tegas, seakan setiap kata adalah palu takdir. “Duniamu mungkin berantakan, tapi kegilaanmu tak akan kubiarkan mengotori dunia kami.”
Dan sejak itu, dua semesta pun bertubrukan.
Retakan Pertama
Awalnya hanya retakan kecil di jagat raya.
Justice League tengah menghadapi makhluk aneh, muncul begitu saja dari kehampaan. Superman, percaya pada kekuatan ototnya, melesat bagai meteor untuk menghantamnya. Namun justru ia yang terhempas, tubuhnya menciptakan gelombang kejut di udara.
Batman, dengan dingin khasnya, segera mengambil kendali.
“Aquaman dari kiri. Flash dari kanan. Plastic Man, lilit dia. Jangan biarkan ada celah.”
Dan rencana itu berhasil. Monster roboh. Kemenangan yang hambar, sebab tak lama kemudian, Spectre turun dari langit. Suaranya bagai gema dari balik pusara. Ia memberi tahu: “Makhluk itu bukan milik semesta ini. Ada lebih banyak lagi… yang akan datang.”
Di sisi lain multiverse, para Avengers menghadapi kisah yang sama.
Tony Stark dengan kejeniusannya, Quicksilver dengan kecepatannya, dan Wanda dengan sihir liar yang menari di udara, berhasil menjinakkan ancaman. Namun kabar yang mereka dengar lebih mengerikan: dinding antar-dunia mulai runtuh. Gelombang penyerbu akan segera datang, menenggelamkan segalanya.
Flash yang Tersandung
Flash, si pelari tanpa batas, menjadi yang pertama menembus dimensi Marvel. Ia mendapati seorang mutan remaja, dikejar massa. “Tenang,” seru Flash. “Dia hanya anak!”
Tapi kerumunan malah menatapnya penuh benci. “Mutan! Pengikut Magneto!” teriak mereka.
Flash mencoba berlari, tapi tubuhnya limbung. Seakan dunia ini menolak kecepatannya. Ia tersandung, jatuh, dan tanpa ampun massa mengeroyoknya. Hanya intervensi Justice League yang menariknya kembali ke semesta DC-lah yang menyelamatkannya.
Dan di saat itulah, langit terbuka. The Watcher hadir, mata kosmiknya mengamati. Lalu Grandmaster, dengan senyum penuh teka-teki, menuturkan rahasia: “Ada dua belas artefak sakti. Enam di dunia Marvel, enam di dunia DC. Hanya bila keduanya terkumpul, kehancuran bisa dicegah. Gagal… maka satu semesta akan mati.”
Dunia yang Kelam, Dunia yang Hangat
Justice League menyeberangi Marvel Universe. Mereka melihat Latveria di bawah tirani Dr. Doom. Mereka menyaksikan puing-puing Genosha, mutan-musnah dalam kobaran bom. Mereka menatap Hulk yang meninggalkan kota hanya sebagai sisa puing. Dan mereka melihat Punisher, menembak mati penjahat dengan dingin di jalanan New York.
Batman berkomentar lirih, “Bagaimana dunia ini bisa tetap berdiri… dengan pahlawan yang membiarkan semua ini?”
Sementara itu, Avengers melangkah ke semesta DC. Sambutannya sungguh berbeda. Warga berkerumun meminta tanda tangan, memotret mereka, seolah kedatangan para dewa. Ada museum untuk Flash. Ada iklan yang memuja para pahlawan.
Iron Man tergagap. “Mereka… memuja kita?”
Namun Captain America menatap pahit. “Bukan pemujaan, Stark. Ini perbudakan halus. Lihatlah… kota ini bukan dibangun oleh manusia biasa. Mereka tunduk pada para ‘pahlawan’ itu.”
Benturan Pertama
Ketika Justice League menghadang, udara menegang. Superman memandang tajam.
“Kalian semua ikut denganku. Demi keselamatan dunia ini.”
“Keselamatan?” Cap menyeringai getir. “Itu kedokmu saja. Kau bukan pelindung. Kau penguasa yang menyamar.”
Thor, tanpa kata, mengayunkan Mjolnir. Palu itu menghantam dada Superman. Dentuman bagai guntur memecah langit.
Lalu segalanya pecah.
Aquaman melempar trisula ke Iron Man. Quicksilver mengikat tubuh Plastic Man, memutarnya seperti pusaran. Flash dan Hawkeye berkejaran dalam tarian panah dan kecepatan. Dan di tengah semua itu, Superman dan Thor bertabrakan, benturan mereka seakan menggetarkan dasar bumi.
Namun di balik dentuman, Batman dan Captain America saling menatap.
“Kita dipermainkan,” ucap Batman dingin.
Cap mengangguk. “Setuju. Ini bukan peperangan kita.”
Mereka pun mundur, meninggalkan medan, bersekutu dalam diam.
Perlombaan Artefak
Lalu dimulailah perburuan.
Wonder Woman menebas Hercules dengan pedang bercahaya. Quicksilver dan Flash berpacu di jalan cahaya. Iron Man melipat musuh dengan trik otaknya. Dan di Savage Land, kedua tim kembali bentrok memperebutkan artefak terakhir.
Di sana, Superman, murka membara, berhasil menjatuhkan Thor. Namun dengan napas berat ia mengakui, “Aku tak pernah menghadapi lawan sekuat ini.”
Dalang Kosmik
Akhirnya terungkaplah nama: Crona.
Makhluk kosmik, gila pada rahasia multiverse, menghancurkan dunia demi jawaban. Bersama Grandmaster, ia menjadikan Avengers dan Justice League sekadar bidak.
Namun Captain America, dengan pengorbanan sederhana, menyerahkan artefak terakhir kepada Batman. Skor menjadi 7–5, kemenangan Justice League. Grandmaster menyatakan permainan usai. Tapi Crona, buta oleh obsesi, menolak. Ia melawan.
Bersatu
Dan saat itulah dua tim besar sadar: musuh mereka bukanlah satu sama lain. Mereka bersatu.
Bahu-membahu. Darah dan keringat bercampur. Dan pada momen paling genting, Superman mengangkat Mjolnir Thor. Petir membungkus tubuhnya. Di tangan satunya, perisai Captain America berkilau. Ia menjadi simbol dua semesta yang menyatu.
Serangan pamungkas menghancurkan ambisi Crona. Multiverse selamat.
Perpisahan
Pada akhirnya, setiap pahlawan kembali ke semesta asal.
Di tepi realitas, Superman dan Captain America saling memberi hormat. Tak ada kata, hanya keheningan penuh hormat antara dua pemimpin yang berbeda namun sama dalam jiwa.
Scarlet Witch menatap kosong ke cakrawala. “Meski dunia kita berbeda,” katanya lirih, “kita buktikan bahwa perbedaan bukan penghalang untuk menyelamatkan segalanya.”
Dan multiverse kembali tenang. Untuk sementara.
Comments
Post a Comment