Skip to main content

Selamat Tinggal, MTV — dan Terima Kasih untuk Musiknya

 

MTV akhirnya resmi berpamitan.
Paramount Global mengumumkan bahwa mereka akan menutup sisa saluran musiknya, MTV Music, MTV 80s, dan MTV 90s pada akhir tahun 2025.
Dan begitu saja, sinyal terakhir dari apa yang dulu dikenal sebagai Music Television akan perlahan hilang dari layar.

Ini bukan sekadar akhir dari sebuah kanal televisi.
Ini adalah akhir dari sebuah era, era di mana musik tidak hanya terdengar, tapi terlihat dan terasa hidup.

Segalanya dimulai pada tahun 1981, dengan kalimat legendaris: “Ladies and gentlemen, rock and roll.”
Sejak itu, MTV menjadi revolusi, tempat di mana musisi tak hanya memainkan lagu, tapi menciptakan semesta.

Dari Michael Jackson dengan “Thriller”, Madonna dengan “Like a Prayer”, hingga Nirvana dengan “Smells Like Teen Spirit”, dan Britney Spears dengan “…Baby One More Time”, MTV bukan sekadar tontonan. Ia adalah detak jantung budaya pop.

Tambahkan A-ha dengan “Take On Me”, Beyoncé dengan “Single Ladies”, Lady Gaga dengan “Bad Romance”, dan OK Go dengan “Here It Goes Again”, dan kamu akan melihat parade karya yang mengubah cara dunia memandang musik.
Selama bertahun-tahun, MTV bukan hanya televisi, ia adalah identitas.

Lalu datanglah perubahan.
Video musik perlahan digantikan oleh reality show: The Real World, Jackass, Jersey Shore, dan sederet drama kehidupan nyata lainnya.
Bukan lagi tentang musik, tapi tentang sensasi.
Namun, MTV tetap bertahan, karena namanya masih punya makna, dan untuk sementara, itu cukup.

Tapi bagi kita yang tumbuh di tahun 80-an dan 90-an, MTV lebih dari sekadar logo.
Ia adalah jendela menuju dunia.
Ia adalah soundtrack patah hati remaja dan mimpi yang kita dengar di tengah malam.
Ia adalah rasa bebas pertama, rasa ingin tahu, dan sedikit pemberontakan yang membentuk siapa kita hari ini.

Dulu, kita belum punya YouTube.
Belum ada TikTok.
Kita menunggu, terkadang seminggu penuh, hanya untuk menonton satu video musik baru.
Kita begadang demi MTV Unplugged, hafal urutan Top 20 Countdown, dan berdebat sengit soal siapa yang lebih keren, Nirvana atau Guns N’ Roses.

MTV membuat musik terasa hidup.
Ia memberi wajah bagi suara-suara yang menemani kita tumbuh.

Mendengar bahwa MTV akan benar-benar berhenti siaran terasa seperti lampu padam di ruangan yang penuh kenangan.
Bukan sekadar nostalgia, ini seperti kehilangan teman lama yang pernah membuat dunia terasa berwarna.

Zaman memang berubah.
Sekarang kita streaming, scroll, dan swipe.
Tapi dulu, kita menunggu. Dan dalam penantian itu, ada sesuatu yang magis, sesuatu yang tak bisa diberikan oleh algoritma mana pun: rasa deg-degan menanti hal yang benar-benar layak ditunggu.

Jadi ya, berita ini terasa menyakitkan.
Karena ketika MTV pergi, sebagian kecil dari masa muda kita ikut pergi bersamanya.

Terima kasih, MTV, untuk musik, kegilaan, dan kenangan yang tak tergantikan.
Kau tidak sekadar memutar lagu-lagu favorit kami.
Kau telah menulis soundtrack dari siapa kami dulu.

🕊 RIP, Music Television (1981–2025)

Comments

Popular posts from this blog

Al-Qur'an: Masterpiece Copywriting dari Sang Pencipta

Pernahkah Anda berpikir bahwa Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bisa disebut sebagai bentuk copywriting yang sempurna? Bagi sebagian orang, gagasan ini mungkin terdengar unik, bahkan mengejutkan. Namun, jika kita melihat lebih dalam, keindahan, kekuatan pesan, dan pengaruh emosional dalam Al-Qur'an memang memiliki banyak kesamaan dengan elemen-elemen dalam seni copywriting . Bahkan, ia melampaui batasan copywriting modern dengan tujuan yang jauh lebih mulia dan dampak yang abadi. Mari kita bedah bersama mengapa Al-Qur'an layak disebut sebagai karya copywriting yang sempurna. Apa Itu Copywriting? Sebelum masuk ke inti pembahasan, mari kita definisikan dulu apa itu copywriting . Secara sederhana, copywriting adalah seni menulis teks yang dirancang untuk memengaruhi pembaca atau audiens agar melakukan tindakan tertentu. Dalam dunia pemasaran, ini sering kali berarti membeli produk, mendaftar layanan, atau bahkan sekadar memberikan perhatian pada suatu pesan. Teks copywriti...

Tren "We Listen, We Don't Judge": Ketika Sepak Bola Humor Salah Kaprah di Indonesia

  Sepak bola dan tren media sosial punya kesamaan menarik: dua-duanya seru, penuh strategi, tapi sering juga salah kaprah saat dimainkan di lapangan yang berbeda. Salah satu tren media sosial yang bikin geger adalah " We Listen, We Don't Judge ." Kalau diibaratkan sepak bola, ini seperti permainan passing bola yang rapi: intinya berbagi cerita tanpa  tackle  berlebihan. Tapi saat tren ini dibawa ke Indonesia, kadang rasanya seperti nonton  striker  ngotot bawa bola sendiri ke gawang... yang malah autogol. Kick-Off: Makna Asli Tren Tren " We Listen, We Don’t Judge " dimulai dengan niat mulia. Bayangkan seorang  striker  yang bekerja sama dengan tim, oper bola cantik, dan akhirnya cetak gol bersama-sama. Di tren ini, semua orang berbagi cerita lucu tentang diri sendiri, sambil memastikan nggak ada yang merasa di- tackle  habis-habisan. Misalnya: "Kemarin ngantuk banget, salah masuk kamar orang lain di hotel. Untung nggak kena  ...

Pedang yang Tak Pernah Mereka Pegang, Tapi Darahnya Menggenang

Mereka bilang Islam menyebar dengan pedang. Itu sudah lagu lama. Kaset usang yang terus diputar ulang, bahkan saat listrik mati akal sehat. Dari ruang kelas hingga siaran televisi, dari artikel ilmiah yang pura-pura netral hingga obrolan kafe yang penuh superioritas samar—semua ikut bernyanyi dalam paduan suara yang berlagak objektif, tapi sebenarnya penuh kebencian dan ketakutan yang diwariskan secara turun-temurun. Konon, agama ini ekspansionis. Konon, para penganutnya doyan perang. Tapi mari kita berhenti sejenak. Tarik napas. Lihat sekeliling. Lihat reruntuhan di Irak yang bahkan belum sempat dibangun kembali. Lihat anak-anak di Gaza yang hafal suara drone lebih daripada suara tawa. Lihat reruntuhan peradaban yang ditinggal pergi oleh para pembawa “perdamaian.” Lalu tanya satu hal sederhana: siapa sebenarnya yang haus darah? Barat menyukai wajahnya sendiri di cermin. Tapi bukan cermin jujur—melainkan cermin sihir seperti di kisah ratu jahat. Di dalamnya, wajah pembantai bisa te...