Skip to main content

Selamat Datang di Dunia CHe!

 

Halo semuanya!

Perkenalkan, nama saya Arie Arnast, seorang video editor dengan sejuta cerita di kepala, kamera di tangan, dan kopi di meja. Lewat blog ini, saya ingin berbagi potongan-potongan dunia saya—sebuah dunia di mana ide-ide liar sering kali melompat lebih cepat daripada timeline editing.

Bagi saya, hidup adalah perjalanan lintas genre. Dari mengulik sejarah Perang Dunia Kedua yang penuh intrik hingga mengasah keterampilan baru dalam bahasa asing, saya percaya setiap kisah punya sudut menarik untuk diungkap. Di sela-sela itu, saya juga menikmati fotografi, mendengarkan musik, dan menonton film—kombinasi sempurna untuk memanjakan imajinasi sekaligus mencari inspirasi baru.

Oh, sedikit bocoran tentang latar belakang saya: Saya pernah bergulat dengan berbagai profesi, mulai dari videographer hingga dosen, bahkan sempat menjadi reporter. Jadi, kalau hidup ini adalah produksi besar, saya mungkin sudah mencicipi hampir semua peran di balik layar. Dari bekerja di CNN Indonesia hingga mengarahkan produksi lapangan, setiap pengalaman adalah bab baru yang memperkaya jalan cerita saya.

Selain itu, sebagai lulusan Sastra Cina dari Universitas Indonesia (iya, serius, Sastra Cina!), saya juga punya passion unik untuk memahami budaya lain. Nah, ini kadang jadi bahan tulisan saya juga—soalnya, siapa tahu ada yang mau membahas hubungan kompleks antara kung pao chicken dan sejarah Tiongkok, kan?

Dalam blog ini, kalian akan menemukan tulisan tentang apa saja yang menggelitik rasa penasaran saya. Mungkin itu pandangan saya tentang politik global, ulasan film klasik, atau sekadar refleksi konyol tentang bagaimana motion graphic mirip kehidupan: rumit, penuh lapisan, tapi selalu punya akhir yang keren (kalau sabar mengerjakannya).

Jadi, selamat datang di Dunia CHe! Mari kita jelajahi dunia ini bersama-sama, satu cerita pada satu waktu. Oh iya, kalau tulisan-tulisan saya terlihat sedikit “acak,” anggap saja itu seni abstrak. Karena, hei, bukankah hidup lebih seru kalau sedikit spontan?

Salam kreatif,
Arie Arnast

Comments

Popular posts from this blog

Al-Qur'an: Masterpiece Copywriting dari Sang Pencipta

Pernahkah Anda berpikir bahwa Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bisa disebut sebagai bentuk copywriting yang sempurna? Bagi sebagian orang, gagasan ini mungkin terdengar unik, bahkan mengejutkan. Namun, jika kita melihat lebih dalam, keindahan, kekuatan pesan, dan pengaruh emosional dalam Al-Qur'an memang memiliki banyak kesamaan dengan elemen-elemen dalam seni copywriting . Bahkan, ia melampaui batasan copywriting modern dengan tujuan yang jauh lebih mulia dan dampak yang abadi. Mari kita bedah bersama mengapa Al-Qur'an layak disebut sebagai karya copywriting yang sempurna. Apa Itu Copywriting? Sebelum masuk ke inti pembahasan, mari kita definisikan dulu apa itu copywriting . Secara sederhana, copywriting adalah seni menulis teks yang dirancang untuk memengaruhi pembaca atau audiens agar melakukan tindakan tertentu. Dalam dunia pemasaran, ini sering kali berarti membeli produk, mendaftar layanan, atau bahkan sekadar memberikan perhatian pada suatu pesan. Teks copywriti...

Tren "We Listen, We Don't Judge": Ketika Sepak Bola Humor Salah Kaprah di Indonesia

  Sepak bola dan tren media sosial punya kesamaan menarik: dua-duanya seru, penuh strategi, tapi sering juga salah kaprah saat dimainkan di lapangan yang berbeda. Salah satu tren media sosial yang bikin geger adalah " We Listen, We Don't Judge ." Kalau diibaratkan sepak bola, ini seperti permainan passing bola yang rapi: intinya berbagi cerita tanpa  tackle  berlebihan. Tapi saat tren ini dibawa ke Indonesia, kadang rasanya seperti nonton  striker  ngotot bawa bola sendiri ke gawang... yang malah autogol. Kick-Off: Makna Asli Tren Tren " We Listen, We Don’t Judge " dimulai dengan niat mulia. Bayangkan seorang  striker  yang bekerja sama dengan tim, oper bola cantik, dan akhirnya cetak gol bersama-sama. Di tren ini, semua orang berbagi cerita lucu tentang diri sendiri, sambil memastikan nggak ada yang merasa di- tackle  habis-habisan. Misalnya: "Kemarin ngantuk banget, salah masuk kamar orang lain di hotel. Untung nggak kena  ...

Pedang yang Tak Pernah Mereka Pegang, Tapi Darahnya Menggenang

Mereka bilang Islam menyebar dengan pedang. Itu sudah lagu lama. Kaset usang yang terus diputar ulang, bahkan saat listrik mati akal sehat. Dari ruang kelas hingga siaran televisi, dari artikel ilmiah yang pura-pura netral hingga obrolan kafe yang penuh superioritas samar—semua ikut bernyanyi dalam paduan suara yang berlagak objektif, tapi sebenarnya penuh kebencian dan ketakutan yang diwariskan secara turun-temurun. Konon, agama ini ekspansionis. Konon, para penganutnya doyan perang. Tapi mari kita berhenti sejenak. Tarik napas. Lihat sekeliling. Lihat reruntuhan di Irak yang bahkan belum sempat dibangun kembali. Lihat anak-anak di Gaza yang hafal suara drone lebih daripada suara tawa. Lihat reruntuhan peradaban yang ditinggal pergi oleh para pembawa “perdamaian.” Lalu tanya satu hal sederhana: siapa sebenarnya yang haus darah? Barat menyukai wajahnya sendiri di cermin. Tapi bukan cermin jujur—melainkan cermin sihir seperti di kisah ratu jahat. Di dalamnya, wajah pembantai bisa te...