Skip to main content

Ah, Paling Nggak Apa-apa

Ada beberapa yang banyak orang berpikir "ah paling nggak apa-apa". Padahal efek samping setelahnya lumayan fatal. 

Seperti: 

- Share nomor hp orang lain tanpa izin

Bisa jadi pemilik nomor yang bersangkutan keberatan jika nomor hpnya dibagikan. Atau dia ingin tahu dulu alasan dan siapa yang akan menerima nomornya.

- Berbagi info tentang orang lain tanpa izin

Serupa dengan alasan di atas. Plus, ini menyangkut privacy. 

- Bertanya kapan skripsi kelar

Selama masa pengerjaannya pun sudah menguras emosi. Maka pertanyaan seperti itu malah terkadang menimbulkan efek damage bagi yang bersangkutan. Ada baiknya biarkan lawan bicara kita saja yang memulai topik tersebut.

- Juga bertanya kapan nikah

Pernikahan adalah salah satu rahasia Tuhan. Termasuk umur dan rezeki. Terkadang yang bertanya lebih kepada kepo atau sekedar nyinyir ketimbang memberikan solusi. Dan bisa jadi yang bersangkutan sudah berusaha mencari jodohnya. 

- Bertanya apa pekerjaan lawan bicara.

Di masa pandemi seperti saat ini, banyak perusahaan yang gulung tikar atau performa keuangannya tidak sehat. Efeknya jadi banyak karyawan yang dirumahkan. Mungkin awalnya bermaksud basa-basi tapi akhirnya akan membuat yang bersangkutan sedih.

- Mendengarkan album terbaru Tulus

Auto baper.

See if you can relate this

Comments

Popular posts from this blog

Al-Qur'an: Masterpiece Copywriting dari Sang Pencipta

Pernahkah Anda berpikir bahwa Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bisa disebut sebagai bentuk copywriting yang sempurna? Bagi sebagian orang, gagasan ini mungkin terdengar unik, bahkan mengejutkan. Namun, jika kita melihat lebih dalam, keindahan, kekuatan pesan, dan pengaruh emosional dalam Al-Qur'an memang memiliki banyak kesamaan dengan elemen-elemen dalam seni copywriting . Bahkan, ia melampaui batasan copywriting modern dengan tujuan yang jauh lebih mulia dan dampak yang abadi. Mari kita bedah bersama mengapa Al-Qur'an layak disebut sebagai karya copywriting yang sempurna. Apa Itu Copywriting? Sebelum masuk ke inti pembahasan, mari kita definisikan dulu apa itu copywriting . Secara sederhana, copywriting adalah seni menulis teks yang dirancang untuk memengaruhi pembaca atau audiens agar melakukan tindakan tertentu. Dalam dunia pemasaran, ini sering kali berarti membeli produk, mendaftar layanan, atau bahkan sekadar memberikan perhatian pada suatu pesan. Teks copywriti...

Tren "We Listen, We Don't Judge": Ketika Sepak Bola Humor Salah Kaprah di Indonesia

  Sepak bola dan tren media sosial punya kesamaan menarik: dua-duanya seru, penuh strategi, tapi sering juga salah kaprah saat dimainkan di lapangan yang berbeda. Salah satu tren media sosial yang bikin geger adalah " We Listen, We Don't Judge ." Kalau diibaratkan sepak bola, ini seperti permainan passing bola yang rapi: intinya berbagi cerita tanpa  tackle  berlebihan. Tapi saat tren ini dibawa ke Indonesia, kadang rasanya seperti nonton  striker  ngotot bawa bola sendiri ke gawang... yang malah autogol. Kick-Off: Makna Asli Tren Tren " We Listen, We Don’t Judge " dimulai dengan niat mulia. Bayangkan seorang  striker  yang bekerja sama dengan tim, oper bola cantik, dan akhirnya cetak gol bersama-sama. Di tren ini, semua orang berbagi cerita lucu tentang diri sendiri, sambil memastikan nggak ada yang merasa di- tackle  habis-habisan. Misalnya: "Kemarin ngantuk banget, salah masuk kamar orang lain di hotel. Untung nggak kena  ...

Pedang yang Tak Pernah Mereka Pegang, Tapi Darahnya Menggenang

Mereka bilang Islam menyebar dengan pedang. Itu sudah lagu lama. Kaset usang yang terus diputar ulang, bahkan saat listrik mati akal sehat. Dari ruang kelas hingga siaran televisi, dari artikel ilmiah yang pura-pura netral hingga obrolan kafe yang penuh superioritas samar—semua ikut bernyanyi dalam paduan suara yang berlagak objektif, tapi sebenarnya penuh kebencian dan ketakutan yang diwariskan secara turun-temurun. Konon, agama ini ekspansionis. Konon, para penganutnya doyan perang. Tapi mari kita berhenti sejenak. Tarik napas. Lihat sekeliling. Lihat reruntuhan di Irak yang bahkan belum sempat dibangun kembali. Lihat anak-anak di Gaza yang hafal suara drone lebih daripada suara tawa. Lihat reruntuhan peradaban yang ditinggal pergi oleh para pembawa “perdamaian.” Lalu tanya satu hal sederhana: siapa sebenarnya yang haus darah? Barat menyukai wajahnya sendiri di cermin. Tapi bukan cermin jujur—melainkan cermin sihir seperti di kisah ratu jahat. Di dalamnya, wajah pembantai bisa te...