Skip to main content

Menyoal Degradasi Fungsi Komunitas Literasi: Studi Kasus pada Komunitas Bisa Menulis (KMB)

 


Abstrak Komunitas 

literasi, dalam pengertiannya, merupakan ruang kolektif untuk berbagi ide, gagasan, dan karya tulis yang mencerminkan kecintaan terhadap dunia literasi. Namun, realitas sering kali berbanding terbalik dengan idealisme ini. Studi ini mengamati fenomena degradasi fungsi komunitas literasi berbasis daring, khususnya pada Komunitas Bisa Menulis (KMB), sebagai contoh konkret dari pergeseran fungsi menjadi ruang konten yang bersifat off-topic (OOT). Dengan menggunakan pendekatan kritis dan sosiologis, artikel ini bertujuan untuk mengkaji penyebab, dampak, dan solusi untuk mengembalikan esensi komunitas literasi sebagai pusat pertukaran intelektual.
 
Pendahuluan

Komunitas literasi adalah ruang yang dibentuk untuk menciptakan ekosistem berbasis karya tulis yang berorientasi pada pengembangan kemampuan menulis, apresiasi terhadap karya sastra, dan diskusi intelektual yang konstruktif. Komunitas Bisa Menulis (KMB), salah satu grup literasi daring di platform media sosial Facebook, dirancang untuk memfasilitasi anggotanya dalam mempublikasikan karya tulis seperti cerpen, artikel, puisi, esai, dan sebagainya.
Namun, fenomena yang belakangan terjadi menunjukkan adanya pergeseran fungsi dari tujuan awal grup tersebut. Postingan-postingan yang tidak relevan dengan literasi, seperti gambar, meme, atau konten yang mengandung elemen personal tanpa nilai literasi, kerap mendominasi ruang diskusi. Fenomena ini tidak hanya merusak kredibilitas grup, tetapi juga memunculkan pertanyaan mendasar tentang pemahaman anggota terhadap tujuan komunitas literasi itu sendiri.
 
Analisis Permasalahan

1. Ignoransi Literasi 
Salah satu penyebab utama degradasi fungsi komunitas literasi adalah ketidaktahuan atau sikap abai terhadap tujuan pembentukan komunitas tersebut. Literasi, sebagai konsep, merujuk pada kemampuan untuk membaca dan menulis secara kritis serta memahami konteks sosial di mana karya itu beroperasi. Sayangnya, banyak anggota yang tampaknya gagal memahami bahwa komunitas literasi bukan sekadar ruang sosial, melainkan forum yang bertujuan untuk mendalami proses kreatif dalam menulis dan membaca.
Sebagai contoh, postingan yang menampilkan gambar kucing atau permintaan pendapat mengenai hal-hal non-literasi jelas bertentangan dengan esensi literasi. Hal ini menunjukkan bahwa anggota tersebut tidak hanya ignorant, tetapi juga mengabaikan norma komunitas yang telah ditetapkan.

2. Dampak pada Ekosistem Literasi 
Kehadiran konten yang OOT tidak hanya merusak suasana diskusi, tetapi juga berdampak negatif terhadap anggota lain yang serius berkontribusi dalam komunitas. Fenomena ini menciptakan “ekosistem distraktif” yang mengalihkan fokus dari literasi menuju hal-hal yang bersifat trivial dan dangkal. Dalam jangka panjang, degradasi ini dapat menyebabkan anggota aktif yang kompeten memilih untuk meninggalkan komunitas karena kehilangan nilai dan makna dari keberadaannya.

3. Kurangnya Regulasi dan Moderasi Moderasi adalah elemen kunci dalam menjaga keberlangsungan sebuah komunitas daring. Ketiadaan regulasi yang ketat atau implementasi aturan yang tidak konsisten menjadi salah satu alasan mengapa konten OOT dapat mendominasi grup seperti KMB. Moderasi yang lemah membuka celah bagi anggota untuk memposting konten apa saja tanpa memperhatikan relevansinya terhadap literasi.
 
Implikasi Degradasi Komunitas Literasi

1. Dekonstruksi Identitas Literasi Ketika komunitas literasi kehilangan fokus pada karya tulis, identitasnya sebagai ruang intelektual turut terkikis. Literasi tidak lagi menjadi pusat perhatian, melainkan digantikan oleh konten-konten yang banal dan tanpa substansi. Hal ini menciptakan disonansi antara tujuan komunitas dengan aktivitas yang berlangsung di dalamnya.

2. Erosi Kredibilitas Komunitas Komunitas yang awalnya dipandang sebagai forum prestisius bagi para pecinta literasi akan kehilangan reputasinya. Kredibilitas komunitas yang lemah akan mengurangi daya tariknya bagi calon anggota baru yang memiliki kualitas literasi tinggi, sehingga memperparah degradasi secara keseluruhan.

3. Fragmentasi Anggota Keberadaan konten OOT berpotensi menciptakan fragmentasi di antara anggota komunitas. Anggota yang serius cenderung merasa frustasi dan teralienasi, sementara anggota yang tidak memahami tujuan komunitas terus mendominasi dengan konten-konten mereka. Hal ini memperbesar jurang antara kedua kelompok dan menciptakan disfungsi internal dalam komunitas.
 
Solusi dan Rekomendasi

1. Edukasi Literasi bagi Anggota Langkah pertama yang perlu diambil adalah memberikan edukasi literasi kepada anggota komunitas. Edukasi ini dapat dilakukan melalui webinar, diskusi daring, atau panduan tertulis yang menjelaskan tujuan komunitas dan jenis-jenis konten yang sesuai. Dengan meningkatkan pemahaman anggota, komunitas dapat meminimalisir konten OOT.

2. Penegakan Aturan yang Ketat Moderator perlu memberlakukan aturan yang jelas dan tegas terhadap postingan yang diizinkan di dalam grup. Postingan yang tidak relevan harus segera dihapus, dan anggota yang melanggar aturan secara berulang perlu diberikan sanksi, seperti peringatan atau penghapusan dari grup.

3. Kurasi Konten Berkualitas Untuk mengembalikan fokus pada literasi, moderator dapat secara aktif mengkurasi dan mempromosikan konten berkualitas tinggi dari anggota. Hal ini tidak hanya memberikan apresiasi kepada anggota yang serius, tetapi juga menjadi contoh bagi anggota lain tentang jenis konten yang diharapkan.

4. Peningkatan Peran Moderator Moderator harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang literasi dan kemampuan untuk menegakkan aturan dengan konsisten. Selain itu, mereka perlu aktif memandu diskusi dan mendorong anggota untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang relevan dengan literasi.
 
Kesimpulan

Fenomena degradasi fungsi komunitas literasi, seperti yang terjadi pada Komunitas Bisa Menulis (KMB), merupakan refleksi dari tantangan yang dihadapi dalam mempertahankan integritas komunitas daring. Ignoransi literasi, kurangnya regulasi, dan minimnya moderasi menjadi faktor utama yang mempercepat pergeseran fungsi komunitas ini.
Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan upaya kolektif dari anggota dan moderator untuk mengembalikan esensi komunitas sebagai ruang berbagi literasi. Edukasi literasi, penegakan aturan yang ketat, kurasi konten berkualitas, dan peningkatan peran moderator adalah langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengembalikan KMB ke jalur yang benar. Dengan demikian, komunitas literasi tidak hanya menjadi ruang untuk menulis, tetapi juga pusat pertukaran intelektual yang bermakna.

Comments

Popular posts from this blog

Al-Qur'an: Masterpiece Copywriting dari Sang Pencipta

Pernahkah Anda berpikir bahwa Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bisa disebut sebagai bentuk copywriting yang sempurna? Bagi sebagian orang, gagasan ini mungkin terdengar unik, bahkan mengejutkan. Namun, jika kita melihat lebih dalam, keindahan, kekuatan pesan, dan pengaruh emosional dalam Al-Qur'an memang memiliki banyak kesamaan dengan elemen-elemen dalam seni copywriting . Bahkan, ia melampaui batasan copywriting modern dengan tujuan yang jauh lebih mulia dan dampak yang abadi. Mari kita bedah bersama mengapa Al-Qur'an layak disebut sebagai karya copywriting yang sempurna. Apa Itu Copywriting? Sebelum masuk ke inti pembahasan, mari kita definisikan dulu apa itu copywriting . Secara sederhana, copywriting adalah seni menulis teks yang dirancang untuk memengaruhi pembaca atau audiens agar melakukan tindakan tertentu. Dalam dunia pemasaran, ini sering kali berarti membeli produk, mendaftar layanan, atau bahkan sekadar memberikan perhatian pada suatu pesan. Teks copywriti...

Tren "We Listen, We Don't Judge": Ketika Sepak Bola Humor Salah Kaprah di Indonesia

  Sepak bola dan tren media sosial punya kesamaan menarik: dua-duanya seru, penuh strategi, tapi sering juga salah kaprah saat dimainkan di lapangan yang berbeda. Salah satu tren media sosial yang bikin geger adalah " We Listen, We Don't Judge ." Kalau diibaratkan sepak bola, ini seperti permainan passing bola yang rapi: intinya berbagi cerita tanpa  tackle  berlebihan. Tapi saat tren ini dibawa ke Indonesia, kadang rasanya seperti nonton  striker  ngotot bawa bola sendiri ke gawang... yang malah autogol. Kick-Off: Makna Asli Tren Tren " We Listen, We Don’t Judge " dimulai dengan niat mulia. Bayangkan seorang  striker  yang bekerja sama dengan tim, oper bola cantik, dan akhirnya cetak gol bersama-sama. Di tren ini, semua orang berbagi cerita lucu tentang diri sendiri, sambil memastikan nggak ada yang merasa di- tackle  habis-habisan. Misalnya: "Kemarin ngantuk banget, salah masuk kamar orang lain di hotel. Untung nggak kena  ...

Pedang yang Tak Pernah Mereka Pegang, Tapi Darahnya Menggenang

Mereka bilang Islam menyebar dengan pedang. Itu sudah lagu lama. Kaset usang yang terus diputar ulang, bahkan saat listrik mati akal sehat. Dari ruang kelas hingga siaran televisi, dari artikel ilmiah yang pura-pura netral hingga obrolan kafe yang penuh superioritas samar—semua ikut bernyanyi dalam paduan suara yang berlagak objektif, tapi sebenarnya penuh kebencian dan ketakutan yang diwariskan secara turun-temurun. Konon, agama ini ekspansionis. Konon, para penganutnya doyan perang. Tapi mari kita berhenti sejenak. Tarik napas. Lihat sekeliling. Lihat reruntuhan di Irak yang bahkan belum sempat dibangun kembali. Lihat anak-anak di Gaza yang hafal suara drone lebih daripada suara tawa. Lihat reruntuhan peradaban yang ditinggal pergi oleh para pembawa “perdamaian.” Lalu tanya satu hal sederhana: siapa sebenarnya yang haus darah? Barat menyukai wajahnya sendiri di cermin. Tapi bukan cermin jujur—melainkan cermin sihir seperti di kisah ratu jahat. Di dalamnya, wajah pembantai bisa te...