Skip to main content

Penggembala dan Nabi: Perjalanan Spiritual dari Padang Rumput ke Kenabian

Pengantar

Dalam tradisi berbagai agama, banyak nabi yang dikenal memiliki pengalaman sebagai penggembala. Profesi ini tidak hanya menyediakan sarana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi juga dianggap memberikan pelajaran penting tentang kesabaran, ketekunan, dan kepemimpinan. Pengalaman menggembala kambing sering disebutkan dalam berbagai riwayat dan kitab suci sebagai bagian dari kehidupan para nabi. Artikel ini akan mengulas beberapa nabi yang pernah menjadi penggembala, dengan merujuk pada sumber-sumber dari Al-Qur'an, hadis, dan kitab-kitab suci lainnya dalam tradisi Yahudi dan Kristen.

1. Nabi Ibrahim AS

Nabi Ibrahim dikenal dalam berbagai riwayat sebagai seorang yang juga menggembala ternak. Dalam literatur Islam, disebutkan bahwa beliau bekerja sebagai penggembala kambing, meskipun tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur'an. Riwayat-riwayat hadis dan cerita-cerita dari sejarah Islam menguatkan hal ini.

Dalam tradisi Yahudi dan Kristen, Nabi Ibrahim (dikenal sebagai Abraham) disebutkan memiliki ternak yang banyak. Dalam Kitab Kejadian (Genesis) di Alkitab, diceritakan bahwa Abraham memiliki banyak domba, sapi, dan unta:

"Adapun Abram sangat kaya, banyak ternaknya, perak dan emasnya." (Kejadian 13:2)1

2. Nabi Ismail AS

Nabi Ismail (Ishmael), putra dari Nabi Ibrahim, dikenal dalam tradisi Islam sebagai seorang yang tinggal di padang pasir dan mengurus ternak. Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur'an atau Alkitab, riwayat-riwayat Islam menggambarkan Ismail sebagai seorang yang hidup di lingkungan yang mendukung kegiatan penggembalaan.

3. Nabi Ya'qub AS

Nabi Ya'qub (Jacob), cucu dari Nabi Ibrahim, juga dikenal sebagai seorang penggembala dalam tradisi Yahudi dan Kristen. Dalam Alkitab, disebutkan bahwa Ya'qub bekerja sebagai penggembala untuk pamannya, Laban:

"Lalu kata Laban kepadanya: 'Benar engkau kerabatku, bukankah sebab itu engkau harus bekerja padaku dengan cuma-cuma? Sebutkanlah kepadaku apa yang patut menjadi upahmu.' Lalu kata Yakub kepada Laban: 'Aku akan bekerja padamu tujuh tahun lamanya untuk mendapat Rahel, anakmu yang lebih muda itu.'" (Kejadian 29:15, 18)2

4. Nabi Yusuf AS

Nabi Yusuf (Joseph), putra dari Nabi Ya'qub, juga disebutkan dalam tradisi Yahudi dan Kristen pernah menggembala ternak bersama saudara-saudaranya. Dalam Alkitab, sebelum Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya, dia menggembalakan ternak bersama mereka:

"Israel (Yakub) lebih menyayangi Yusuf daripada semua anaknya yang lain, sebab Yusuf itulah anak yang lahir pada masa tuanya, dan ia menyuruh orang membuat jubah yang maha indah bagi dia. Setelah dilihat oleh saudara-saudaranya, bahwa ayah mereka lebih menyayangi Yusuf daripada semua saudaranya, maka bencilah mereka kepadanya dan tidak mau menyapanya dengan ramah. Pada suatu kali bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu diceritakannya kepada saudara-saudaranya; sebab itu semakin bencilah mereka kepadanya." (Kejadian 37:3-5)3

5. Nabi Syuaib AS

Nabi Syuaib (Jethro dalam tradisi Yahudi dan Kristen) dikenal sebagai seorang penggembala. Syuaib adalah mertua dari Nabi Musa, yang juga bekerja sebagai penggembala untuknya. Dalam tradisi Islam, Syuaib adalah seorang nabi yang juga menggembala ternak.

6. Nabi Musa AS

Nabi Musa (Moses) secara jelas disebutkan sebagai penggembala dalam Al-Qur'an dan Alkitab. Dalam Al-Qur'an, disebutkan bahwa Musa bekerja sebagai penggembala selama di Madyan setelah melarikan diri dari Mesir:

"Dia (Syu'aib) berkata: 'Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku selama delapan tahun dan jika kamu sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu; maka aku tidak hendak menyusahkan kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.' Musa berkata: 'Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku; dan Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan.'" (Al-Qasas 28:27-28)4

Dalam Alkitab, setelah melarikan diri dari Mesir, Musa tinggal di Midian dan bekerja sebagai penggembala untuk mertuanya, Yitro (Jethro):

"Musa biasa menggembalakan kambing domba Yitro, mertuanya, imam di Midian. Sekali, ketika ia menggiring kambing domba itu ke seberang padang gurun, sampailah ia ke gunung Allah, yakni Horeb." (Keluaran 3:1)5

7. Nabi Daud AS

Nabi Daud (David) dikenal sebagai penggembala dalam tradisi Islam, Yahudi, dan Kristen. Sebelum diangkat menjadi raja, Daud bekerja sebagai penggembala. Dalam literatur Islam dan juga dalam Alkitab, disebutkan bahwa Daud adalah seorang penggembala yang kemudian dipilih oleh Allah untuk menjadi raja atas Bani Israel. Dalam Alkitab, kisah ini terdapat dalam Kitab 1 Samuel:

"Kata Saul kepada Daud: 'Engkau tidak sanggup menghadapi orang Filistin itu untuk melawan dia, sebab engkau masih muda, sedang dia sejak dari masa mudanya telah menjadi prajurit.' Tetapi Daud berkata kepada Saul: 'Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya.'" (1 Samuel 17:33-34)6

8. Nabi Isa AS

Dalam beberapa riwayat Islam, disebutkan bahwa Nabi Isa juga pernah menggembala kambing, meskipun tidak ada rujukan eksplisit dalam Al-Qur'an mengenai hal ini. Namun, dalam banyak hadis, profesi menggembala kambing sering disebutkan sebagai pengalaman yang dimiliki oleh banyak nabi, termasuk Nabi Isa.

Dalam tradisi Kristen, Yesus seringkali diumpamakan sebagai "gembala yang baik." Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan bahwa Yesus bekerja sebagai penggembala, metafora ini digunakan dalam Injil Yohanes:

"Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya." (Yohanes 10:11)7

9. Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW sendiri menyatakan bahwa beliau pernah menggembala kambing. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah menjelaskan hal ini dengan jelas:

"Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali dia pernah menggembala kambing." Para sahabat bertanya, "Engkau juga?" Beliau menjawab, "Ya, aku juga menggembalanya untuk upah beberapa qirath (upah yang sangat sedikit) milik penduduk Makkah." (Sahih Bukhari)8

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa banyak nabi yang disebutkan dalam Islam, Yahudi, dan Kristen memiliki latar belakang sebagai penggembala. Pengalaman menggembala kambing atau ternak ini mengajarkan mereka keterampilan penting seperti kepemimpinan, kesabaran, dan ketekunan, yang berguna dalam tugas-tugas kenabian mereka.

Referensi dari kitab suci seperti Al-Qur'an dan Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) memperkuat narasi yang ada dalam tradisi agama-agama ini mengenai profesi penggembala yang dijalani oleh para nabi. Pengalaman menggembala kambing memberikan banyak pelajaran penting yang kemudian diterapkan oleh para nabi dalam menjalankan tugas kenabian mereka.

Footnotes

1. Kejadian 13:2, Alkitab. ↩

2. Kejadian 29:15, 18, Alkitab. ↩

3. Kejadian 37:3-5, Alkitab. ↩

4. Al-Qur'an, Surah Al-Qasas (28:27-28). ↩

5. Keluaran 3:1, Alkitab. ↩

6. 1 Samuel 17:33-34, Alkitab. ↩

7. Yohanes 10:11, Alkitab. ↩

8. Sahih Bukhari, Hadis tentang Nabi Muhammad SAW menggembala kambing, diriwayatkan oleh Abu Hurairah. ↩

Comments

Popular posts from this blog

Al-Qur'an: Masterpiece Copywriting dari Sang Pencipta

Pernahkah Anda berpikir bahwa Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bisa disebut sebagai bentuk copywriting yang sempurna? Bagi sebagian orang, gagasan ini mungkin terdengar unik, bahkan mengejutkan. Namun, jika kita melihat lebih dalam, keindahan, kekuatan pesan, dan pengaruh emosional dalam Al-Qur'an memang memiliki banyak kesamaan dengan elemen-elemen dalam seni copywriting . Bahkan, ia melampaui batasan copywriting modern dengan tujuan yang jauh lebih mulia dan dampak yang abadi. Mari kita bedah bersama mengapa Al-Qur'an layak disebut sebagai karya copywriting yang sempurna. Apa Itu Copywriting? Sebelum masuk ke inti pembahasan, mari kita definisikan dulu apa itu copywriting . Secara sederhana, copywriting adalah seni menulis teks yang dirancang untuk memengaruhi pembaca atau audiens agar melakukan tindakan tertentu. Dalam dunia pemasaran, ini sering kali berarti membeli produk, mendaftar layanan, atau bahkan sekadar memberikan perhatian pada suatu pesan. Teks copywriti...

Tren "We Listen, We Don't Judge": Ketika Sepak Bola Humor Salah Kaprah di Indonesia

  Sepak bola dan tren media sosial punya kesamaan menarik: dua-duanya seru, penuh strategi, tapi sering juga salah kaprah saat dimainkan di lapangan yang berbeda. Salah satu tren media sosial yang bikin geger adalah " We Listen, We Don't Judge ." Kalau diibaratkan sepak bola, ini seperti permainan passing bola yang rapi: intinya berbagi cerita tanpa  tackle  berlebihan. Tapi saat tren ini dibawa ke Indonesia, kadang rasanya seperti nonton  striker  ngotot bawa bola sendiri ke gawang... yang malah autogol. Kick-Off: Makna Asli Tren Tren " We Listen, We Don’t Judge " dimulai dengan niat mulia. Bayangkan seorang  striker  yang bekerja sama dengan tim, oper bola cantik, dan akhirnya cetak gol bersama-sama. Di tren ini, semua orang berbagi cerita lucu tentang diri sendiri, sambil memastikan nggak ada yang merasa di- tackle  habis-habisan. Misalnya: "Kemarin ngantuk banget, salah masuk kamar orang lain di hotel. Untung nggak kena  ...

Pedang yang Tak Pernah Mereka Pegang, Tapi Darahnya Menggenang

Mereka bilang Islam menyebar dengan pedang. Itu sudah lagu lama. Kaset usang yang terus diputar ulang, bahkan saat listrik mati akal sehat. Dari ruang kelas hingga siaran televisi, dari artikel ilmiah yang pura-pura netral hingga obrolan kafe yang penuh superioritas samar—semua ikut bernyanyi dalam paduan suara yang berlagak objektif, tapi sebenarnya penuh kebencian dan ketakutan yang diwariskan secara turun-temurun. Konon, agama ini ekspansionis. Konon, para penganutnya doyan perang. Tapi mari kita berhenti sejenak. Tarik napas. Lihat sekeliling. Lihat reruntuhan di Irak yang bahkan belum sempat dibangun kembali. Lihat anak-anak di Gaza yang hafal suara drone lebih daripada suara tawa. Lihat reruntuhan peradaban yang ditinggal pergi oleh para pembawa “perdamaian.” Lalu tanya satu hal sederhana: siapa sebenarnya yang haus darah? Barat menyukai wajahnya sendiri di cermin. Tapi bukan cermin jujur—melainkan cermin sihir seperti di kisah ratu jahat. Di dalamnya, wajah pembantai bisa te...