Skip to main content

Surat Terbuka untuk Deddy Corbuzier: Belajarlah Memahami, Bukan Mengintimidasi


Kepada Deddy Corbuzier,

Saya, bersama banyak orang di luar sana, merasa kecewa dengan tindakan Anda baru-baru ini. Video yang menampilkan Anda bereaksi secara emosional terhadap ucapan seorang anak SD tentang makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah bukti nyata bahwa figur publik sekaliber Anda masih bisa terjebak dalam tindakan yang tidak bijaksana.

Seorang anak SD, dengan spontanitasnya, mengatakan bahwa ayam yang ia makan “kurang enak.” Sebuah keluhan sederhana yang seharusnya menjadi bahan evaluasi, bukan bahan kemarahan. Namun, Anda memilih untuk merespons dengan ucapan kasar: “Pala lu peak, gua tabok, emang lu sekaya apa,” lengkap dengan nada tinggi dan ekspresi wajah penuh amarah. Apakah Anda menyadari dampak dari kata-kata dan tindakan Anda ini?

Mengapa Tindakan Anda Tidak Bisa Dibenarkan

1. Anak adalah Anak, Bukan Lawan Perdebatan.

Anak-anak berbicara dengan spontan, polos, dan tanpa pertimbangan matang. Itulah fase perkembangan mereka. Sebagai seorang figur publik yang dewasa, Anda seharusnya memahami hal ini, bukannya membalas keluhan seorang anak dengan kemarahan dan kata-kata kasar. Anak-anak membutuhkan bimbingan, bukan intimidasi.

2. Penggunaan Nada Intimidatif adalah Kekerasan Verbal.

Kata-kata seperti "gue tabok" bukan hanya kasar, tetapi juga memiliki konotasi kekerasan yang tidak pantas disampaikan kepada siapa pun, apalagi seorang anak. Bahkan jika anak tersebut tidak langsung mendengar kata-kata Anda, pesan ini sudah menjadi preseden buruk yang dapat memberikan contoh negatif kepada masyarakat. Anda adalah figur publik, dan apa yang Anda katakan akan selalu diingat.

3. Figur Publik Memiliki Tanggung Jawab Lebih.

Sebagai seseorang yang memiliki platform besar, tindakan dan ucapan Anda membawa dampak luas. Reaksi emosional yang Anda tampilkan di ruang publik menunjukkan bahwa Anda gagal memahami tanggung jawab besar ini. Alih-alih menggunakan momen tersebut untuk memberikan edukasi tentang pentingnya menghargai program pemerintah atau memahami konteks makanan bergizi, Anda malah memanfaatkan platform Anda untuk meluapkan emosi secara tidak pantas.

4. Kritik Anak Bukan Serangan Personal.

Keluhan tentang rasa makanan bukanlah serangan terhadap Anda secara pribadi. Membandingkan anak SD tersebut dengan anak Anda sendiri adalah argumen yang tidak relevan. Situasi mereka berbeda, latar belakang mereka berbeda, dan konteksnya pun berbeda. Kritik terhadap rasa makanan dalam program MBG seharusnya dilihat sebagai masukan untuk perbaikan, bukan alasan untuk meledakkan kemarahan.

Permintaan untuk Anda Meminta Maaf

Kami, sebagai masyarakat yang peduli pada tumbuh kembang anak-anak dan integritas figur publik, meminta Anda untuk segera meminta maaf atas tindakan Anda. Sebuah permintaan maaf yang tulus kepada publik, khususnya kepada anak-anak dan keluarganya, adalah langkah yang paling tepat untuk memperbaiki kesalahan Anda.

Permintaan maaf ini bukan hanya soal mengakui bahwa Anda salah, tetapi juga menjadi pelajaran bahwa figur publik seperti Anda memiliki tanggung jawab besar dalam setiap ucapan dan tindakannya. Jangan biarkan kemarahan Anda mencoreng citra Anda sendiri yang selama ini dikenal inspiratif di dunia fitness dan konten.

Mari jadikan kejadian ini sebagai refleksi, bahwa semua orang – termasuk Anda – harus belajar untuk lebih bijaksana. Kami tidak meminta Anda sempurna, tetapi kami meminta Anda untuk lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap dampak tindakan Anda.

Hormat saya,

Arie Arnast

Mewakili Suara Masyarakat yang Peduli

Comments

Popular posts from this blog

Al-Qur'an: Masterpiece Copywriting dari Sang Pencipta

Pernahkah Anda berpikir bahwa Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bisa disebut sebagai bentuk copywriting yang sempurna? Bagi sebagian orang, gagasan ini mungkin terdengar unik, bahkan mengejutkan. Namun, jika kita melihat lebih dalam, keindahan, kekuatan pesan, dan pengaruh emosional dalam Al-Qur'an memang memiliki banyak kesamaan dengan elemen-elemen dalam seni copywriting . Bahkan, ia melampaui batasan copywriting modern dengan tujuan yang jauh lebih mulia dan dampak yang abadi. Mari kita bedah bersama mengapa Al-Qur'an layak disebut sebagai karya copywriting yang sempurna. Apa Itu Copywriting? Sebelum masuk ke inti pembahasan, mari kita definisikan dulu apa itu copywriting . Secara sederhana, copywriting adalah seni menulis teks yang dirancang untuk memengaruhi pembaca atau audiens agar melakukan tindakan tertentu. Dalam dunia pemasaran, ini sering kali berarti membeli produk, mendaftar layanan, atau bahkan sekadar memberikan perhatian pada suatu pesan. Teks copywriti...

Tren "We Listen, We Don't Judge": Ketika Sepak Bola Humor Salah Kaprah di Indonesia

  Sepak bola dan tren media sosial punya kesamaan menarik: dua-duanya seru, penuh strategi, tapi sering juga salah kaprah saat dimainkan di lapangan yang berbeda. Salah satu tren media sosial yang bikin geger adalah " We Listen, We Don't Judge ." Kalau diibaratkan sepak bola, ini seperti permainan passing bola yang rapi: intinya berbagi cerita tanpa  tackle  berlebihan. Tapi saat tren ini dibawa ke Indonesia, kadang rasanya seperti nonton  striker  ngotot bawa bola sendiri ke gawang... yang malah autogol. Kick-Off: Makna Asli Tren Tren " We Listen, We Don’t Judge " dimulai dengan niat mulia. Bayangkan seorang  striker  yang bekerja sama dengan tim, oper bola cantik, dan akhirnya cetak gol bersama-sama. Di tren ini, semua orang berbagi cerita lucu tentang diri sendiri, sambil memastikan nggak ada yang merasa di- tackle  habis-habisan. Misalnya: "Kemarin ngantuk banget, salah masuk kamar orang lain di hotel. Untung nggak kena  ...

Pedang yang Tak Pernah Mereka Pegang, Tapi Darahnya Menggenang

Mereka bilang Islam menyebar dengan pedang. Itu sudah lagu lama. Kaset usang yang terus diputar ulang, bahkan saat listrik mati akal sehat. Dari ruang kelas hingga siaran televisi, dari artikel ilmiah yang pura-pura netral hingga obrolan kafe yang penuh superioritas samar—semua ikut bernyanyi dalam paduan suara yang berlagak objektif, tapi sebenarnya penuh kebencian dan ketakutan yang diwariskan secara turun-temurun. Konon, agama ini ekspansionis. Konon, para penganutnya doyan perang. Tapi mari kita berhenti sejenak. Tarik napas. Lihat sekeliling. Lihat reruntuhan di Irak yang bahkan belum sempat dibangun kembali. Lihat anak-anak di Gaza yang hafal suara drone lebih daripada suara tawa. Lihat reruntuhan peradaban yang ditinggal pergi oleh para pembawa “perdamaian.” Lalu tanya satu hal sederhana: siapa sebenarnya yang haus darah? Barat menyukai wajahnya sendiri di cermin. Tapi bukan cermin jujur—melainkan cermin sihir seperti di kisah ratu jahat. Di dalamnya, wajah pembantai bisa te...