Saat hidup kita sedang susah. Tidak ada pekerjaan tetap sedangkan pengeluaran terus bertambah. Belum lagi utang yang tiada habisnya. Semua cara dijalankan, semua cara diupayakan. Dari yang mencoba usaha apa saja, mengirim surat lamaran kemana saja, hingga menghubungi teman dan orang-orang yang dulu pernah dekat dan pernah kita bantu berharap mereka mau berbaik hati membantu kita. Sekedar mencarikan pekerjaan, atau syukur-syukur malah memberikan pekerjaan. Kita sangat berharap kepada mereka. Malah mungkin sangat berharap. Hingga janji-janji mereka menjadi keniscayaan di dalam pikiran kita. "Mereka pasti bantu saya."
Kita akhirnya menggantungkan harapan kepada manusia. Kita menggantungkan harapan kepada mahkluk-Nya. Kita lebih percaya akan janji, "Nanti akan kami hubungi lagi," atau "Nanti aku coba tanyain ke HRDnya ya." Seakan janji mereka lebih terpercaya dibandingkan janji Allah. Akhirnya Allah pun cemburu. Namun di balik cemburu-Nya ada terselip rasa sayang kepada hamba-Nya. Allah mencoba menghilangkan ilah lain dari dalam diri hamba-Nya. Maka dihancurkan semuanya, dihilangkan semua janji-janji itu. Tak ada satu pun yang terealisasi, tak ada yang terwujud. Dia ingin hamba-Nya kembali kepada-Nya. Lewat sujud, air mata dan kekecewaan kepada manusia yang menyebabkan kesadaran kembali akan keterikatan dia kepada Rabb-nya.
Dia ingin hamba-Nya kembali menggantungkan harapannya kepada Dia. Dia tidak ingin ada ilah lain dari diri hamba-Nya. Itu semua karena kecintaan Allah kepada hamba-Nya.
Mengapa takut miskin sedangkan kita adalah hamba dari Yang Maha Kaya. Kenapa putus asa saat tertimpa kesulitan, sedangkan Allah telah berjanji "Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." Tidak ada yang salah dengan janji-janji Allah itu. Hanya saja kita..... saya yang cenderung abai dan sering menafikkannya.
Comments
Post a Comment