Skip to main content

Industri Musik Modern dalam Jeratan Repetisi


Industri musik telah berkembang pesat selama beberapa dekade, tetapi ada satu fenomena yang semakin mencolok dalam lagu-lagu pop modern: lirik yang minim kosakata dan repetitif. Jika dulu seorang musisi bisa menulis dan menggubah lagu seorang diri dengan makna yang mendalam, kini banyak lagu dikerjakan oleh tim besar yang terdiri dari banyak penulis dan produser, tetapi hasil akhirnya justru terasa lebih sederhana.

Mari kita telaah beberapa contoh lagu yang secara ekstrem menampilkan repetisi lirik, serta bagaimana tanggapan dari dunia musik dan pendengar awam terhadap fenomena ini.


1. "Run the World (Girls)" – Beyoncé

Lagu ini memiliki semangat pemberdayaan perempuan, tetapi secara lirik, struktur lagunya sangat repetitif. Dalam chorus, kalimat:

"Who run the world? Girls!"

diulang berkali-kali tanpa banyak variasi. Dalam industri musik modern, lagu ini melibatkan 6 penulis lagu dan 4 produser—jumlah yang luar biasa besar untuk lagu dengan lirik yang terbatas.

Tanggapan dari praktisi musik:
Sebagian besar produser dan penulis lagu modern akan membela pendekatan ini dengan alasan bahwa lagu pop harus memiliki hook yang kuat dan mudah diingat. Dengan ritme yang intens dan beat yang dominan, repetisi dianggap sebagai teknik yang efektif untuk menciptakan lagu yang langsung melekat di kepala pendengar.

Tanggapan orang awam:
Banyak yang menyukai beat dan energinya, tetapi tak sedikit yang menganggap lagu ini monoton dan terlalu berulang. Beberapa kritik mengatakan bahwa Beyoncé memiliki potensi besar untuk menghadirkan lirik yang lebih berbobot, tetapi justru lebih memilih pendekatan repetitif yang mudah dikonsumsi secara komersial.

Sentilan untuk industri musik:
Mengapa lagu ini membutuhkan 6 penulis dan 4 produser? Di era klasik, musisi seperti Bob Dylan atau Freddie Mercury bisa menulis lagu dengan kompleksitas tinggi seorang diri. Sekarang, satu baris sederhana bisa lahir dari diskusi panjang antara beberapa orang. Ini bukan berarti lagu hasil kerja sama banyak pihak selalu buruk, tetapi mengapa dengan sumber daya yang besar, liriknya justru semakin minimalis?


2. "Around the World" & "Harder, Better, Faster, Stronger" – Daft Punk

Daft Punk terkenal dengan lagu-lagu mereka yang berbasis repetisi. Dua contoh paling ekstrem adalah:

  • "Around the World" yang secara harfiah hanya berisi pengulangan frase "Around the world" sebanyak 144 kali sepanjang lagu.

  • "Harder, Better, Faster, Stronger", yang menggunakan lirik:

    Work it, make it, do it, makes us
    Harder, better, faster, stronger

    Liriknya hanyalah kombinasi beberapa kata yang berulang-ulang dengan variasi tempo dan intonasi.

Tanggapan dari praktisi musik:
Di kalangan produser elektronik, pendekatan ini dipuji sebagai bentuk seni tersendiri. Repetisi dalam musik elektronik bukan sekadar pengulangan kosong, tetapi bagian dari struktur hipnotik yang membuat pendengar tenggelam dalam beat.

Tanggapan orang awam:
Banyak yang menikmati irama dan groove dari lagu-lagu ini, tetapi sebagian orang juga merasa liriknya sangat kosong. Bagi mereka yang mencari kedalaman emosi dalam lagu, ini jelas bukan pilihan utama.

Sentilan untuk industri musik:
Jika sebuah lagu hanya berisi satu frasa yang diulang lebih dari 100 kali, apakah ini masih bisa disebut sebagai pencapaian kreatif dalam penulisan lagu? Ataukah ini hanya eksploitasi dari kecenderungan otak manusia untuk mengingat sesuatu yang diulang terus-menerus?


3. "Want You to Know" – The Freelance Hellraiser

Lagu ini mungkin kurang dikenal dibandingkan yang lain, tetapi memiliki karakteristik repetitif yang serupa. Liriknya terus mengulang:

"I want you to know"

berulang kali, dengan variasi yang sangat sedikit sepanjang lagu.

Tanggapan dari praktisi musik:
Para produser mungkin berargumen bahwa lagu ini memiliki pola yang memanjakan telinga dan menciptakan atmosfer tertentu. Dengan pengulangan, lagu terasa lebih intens dan menghantui.

Tanggapan orang awam:
Banyak yang menganggap lagu ini membosankan, terutama bagi mereka yang lebih menyukai lagu dengan lirik naratif yang berkembang dari awal hingga akhir.

Sentilan untuk industri musik:
Mengapa banyak lagu modern memilih untuk hanya mengulang satu atau dua baris lirik daripada bercerita atau mengembangkan pesan yang lebih dalam? Apakah ini refleksi dari tren konsumsi musik yang semakin instan dan berbasis streaming?


4. "Blue (Da Ba Dee)" – Eiffel 65

Lagu ini terkenal dengan chorusnya yang berbunyi:

"I'm blue da ba dee da ba daa"

Frasa ini tidak memiliki makna literal, hanya kombinasi suara yang catchy.

Tanggapan dari praktisi musik:
Sebagian besar akan berargumen bahwa lagu ini bukan dibuat untuk menyampaikan pesan, tetapi lebih sebagai hiburan murni dengan elemen fiksi dan permainan suara.

Tanggapan orang awam:
Banyak yang menyukai lagu ini karena kesederhanaannya, tetapi ada juga yang mengkritik kurangnya substansi dalam liriknya.

Sentilan untuk industri musik:
Jika lirik bisa sesederhana "da ba dee da ba daa," seberapa besar peran sebenarnya dari tim penulis lagu di belakang layar? Apakah kreativitas dalam lirik sedang mengalami degradasi?


5. "The Ketchup Song (Aserejé)" – Las Ketchup

Lagu ini memiliki chorus yang berisi kata-kata nonsensikal seperti:

"Aserejé ja de jé de jebe tu de jebere seibiunouva majavi an de bugui an de güididípi."

Tanggapan dari praktisi musik:
Sebagian orang menganggap ini sebagai kejeniusan marketing—menciptakan lagu yang terasa eksotis dan unik meskipun tanpa makna yang jelas.

Tanggapan orang awam:
Ada yang menganggap lagu ini menyenangkan, tetapi tidak sedikit yang merasa liriknya terlalu konyol dan tanpa substansi.

Sentilan untuk industri musik:
Mengapa lagu-lagu seperti ini bisa menjadi hits global? Apakah karena lirik benar-benar tidak lagi menjadi faktor utama dalam kesuksesan lagu?

Sebagai Kontras: 5 Lagu dengan Kosakata Kaya dan Makna Mendalam

Jika sebelumnya kita membahas lagu-lagu yang memanfaatkan repetisi ekstrem hingga terasa kosong, sekarang kita beralih ke sisi lain dari spektrum. Berikut adalah lima lagu yang menunjukkan bagaimana musik bisa menjadi media penyampaian pesan yang kompleks, emosional, dan kaya akan makna.

1. "Bohemian Rhapsody" – Queen

Lagu ini adalah sebuah mahakarya dengan struktur yang tidak lazim dalam industri musik populer. Dimulai dengan bagian ballad yang dramatis, beralih ke opera yang megah, dan ditutup dengan ledakan rock yang intens, "Bohemian Rhapsody" menjadi bukti bahwa sebuah lagu bisa menjadi perjalanan musikal yang menakjubkan.

Lirik penuh metafora dan emosi:

"Mama, just killed a man / Put a gun against his head, pulled my trigger, now he's dead."

Liriknya mengandung cerita tragis, penuh dilema moral, dan bisa diinterpretasikan dengan berbagai cara. Banyak yang percaya lagu ini adalah refleksi perasaan terdalam Freddie Mercury tentang identitasnya, sementara yang lain melihatnya sebagai kisah fiksi penuh simbolisme.

Tanggapan dari praktisi musik:
Musisi dan produser sering menganggap lagu ini sebagai bukti bahwa musik bisa lebih dari sekadar produk komersial—ini adalah seni sejati. Queen tidak takut bereksperimen dengan struktur lagu yang panjang dan kompleks, sesuatu yang jarang ditemui di industri musik modern.

Tanggapan orang awam:
Meskipun berdurasi hampir enam menit, lagu ini tidak terasa membosankan. Justru, banyak yang menganggapnya sebagai pengalaman emosional yang luar biasa. Generasi baru terus menemukannya kembali, membuktikan bahwa lirik yang kaya dan struktur yang tidak biasa bisa bertahan melampaui tren industri.


2. "Blowin' in the Wind" – Bob Dylan

Bob Dylan dikenal sebagai penyair dalam dunia musik, dan "Blowin' in the Wind" adalah salah satu contoh terbaik dari kepiawaiannya dalam menulis lirik yang penuh makna dan filosofi.

Pertanyaan filosofis tentang kemanusiaan:

"How many roads must a man walk down before you call him a man?"

Liriknya mengajak pendengar merenungkan tentang keadilan, kebebasan, dan perdamaian. Tidak ada jawaban pasti dalam lagu ini, tetapi itulah keindahannya—setiap orang bisa menafsirkannya sesuai dengan pengalaman dan keyakinan mereka sendiri.

Tanggapan dari praktisi musik:
Lagu ini dianggap sebagai salah satu karya terbesar dalam sejarah musik folk dan protes. Banyak musisi yang menganggap Dylan sebagai inspirasi utama dalam menulis lirik dengan kedalaman emosional dan intelektual.

Tanggapan orang awam:
Meskipun melodinya sederhana, liriknya terus memancing diskusi dari generasi ke generasi. Lagu ini menjadi simbol gerakan hak sipil dan protes terhadap ketidakadilan, membuktikan bahwa musik bisa memiliki dampak sosial yang luar biasa.


3. "Imagine" – John Lennon

Salah satu lagu paling ikonik sepanjang masa, "Imagine" mengajak pendengarnya membayangkan dunia yang damai tanpa batasan yang memisahkan manusia.

Lirik reflektif dan mengundang pemikiran:

"Imagine all the people living life in peace."

Lagu ini sederhana dalam melodinya, tetapi kekuatan utamanya terletak pada pesan universalnya. Lennon tidak menggunakan kata-kata yang sulit atau metafora yang rumit, tetapi justru dalam kesederhanaannya, lagu ini terasa sangat mendalam.

Tanggapan dari praktisi musik:
Banyak musisi menganggap "Imagine" sebagai contoh sempurna dari bagaimana lirik yang kuat bisa menggerakkan hati pendengar. Tidak perlu repetisi kosong atau beat yang dibuat-buat, hanya pesan yang jujur dan tulus.

Tanggapan orang awam:
Banyak yang menganggap lagu ini sebagai doa untuk dunia yang lebih baik. Meskipun ada kritik bahwa liriknya terlalu idealis, lagu ini tetap menjadi himne bagi mereka yang menginginkan perubahan sosial dan perdamaian.


4. "Stairway to Heaven" – Led Zeppelin

Lagu ini penuh dengan simbolisme dan makna tersembunyi, sehingga terus menjadi bahan diskusi selama bertahun-tahun.

Lirik yang kaya akan metafora:

"There's a lady who's sure all that glitters is gold, and she's buying a stairway to heaven."

Banyak yang menafsirkan lagu ini sebagai kritik terhadap materialisme dan pencarian makna hidup. Dengan durasi lebih dari delapan menit, lagu ini berkembang dari melodi akustik yang lembut hingga solo gitar epik dari Jimmy Page yang menjadi salah satu yang paling terkenal dalam sejarah musik rock.

Tanggapan dari praktisi musik:
Lagu ini sering disebut sebagai salah satu karya terbesar dalam sejarah rock. Strukturnya yang dinamis, liriknya yang kaya, dan instrumentasinya yang megah menjadikannya sebagai standar emas bagi musisi yang ingin menciptakan lagu dengan kedalaman emosional.

Tanggapan orang awam:
Beberapa mungkin merasa lagu ini terlalu panjang untuk standar radio modern, tetapi mereka yang benar-benar mendengarkan dan meresapi liriknya akan menemukan lapisan demi lapisan makna yang bisa diinterpretasikan secara personal.


5. "Hotel California" – Eagles

Lagu ini sering dianggap sebagai simbol dekadensi dan hilangnya kepolosan dalam budaya Amerika.

Narasi yang rumit dan interpretasi beragam:

"You can check out any time you like, but you can never leave."

Lirik lagu ini penuh dengan simbolisme dan bisa ditafsirkan sebagai alegori tentang industri hiburan, penyalahgunaan narkoba, atau bahkan kapitalisme yang menjerat. Eagles sendiri tidak pernah memberikan penjelasan eksplisit, sehingga membuat lagu ini semakin menarik untuk diinterpretasikan oleh pendengar.

Tanggapan dari praktisi musik:
Banyak yang mengagumi bagaimana lagu ini bisa menggabungkan narasi yang mendalam dengan melodi yang menarik. Solo gitarnya yang legendaris menjadi salah satu yang paling dikenang dalam sejarah musik.

Tanggapan orang awam:
Lagu ini terus menjadi favorit lintas generasi. Banyak yang tertarik dengan kisah misterius dalam liriknya dan mencoba mencari tahu makna tersembunyi di baliknya.


Refleksi Akhir

Dibandingkan dengan lagu-lagu yang hanya mengulang satu atau dua baris lirik, lagu-lagu ini membuktikan bahwa musik bisa menjadi sarana ekspresi yang dalam dan penuh makna.

Jika industri musik modern lebih banyak menciptakan lagu dengan repetisi kosong untuk konsumsi instan, apakah kita akan kehilangan lagu-lagu dengan narasi yang kuat dan makna yang mendalam?

Atau mungkinkah di masa depan, lagu-lagu dengan lirik yang kaya akan kembali menjadi tren, melawan dominasi repetisi dan produksi massal?

Comments

Popular posts from this blog

Al-Qur'an: Masterpiece Copywriting dari Sang Pencipta

Pernahkah Anda berpikir bahwa Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bisa disebut sebagai bentuk copywriting yang sempurna? Bagi sebagian orang, gagasan ini mungkin terdengar unik, bahkan mengejutkan. Namun, jika kita melihat lebih dalam, keindahan, kekuatan pesan, dan pengaruh emosional dalam Al-Qur'an memang memiliki banyak kesamaan dengan elemen-elemen dalam seni copywriting . Bahkan, ia melampaui batasan copywriting modern dengan tujuan yang jauh lebih mulia dan dampak yang abadi. Mari kita bedah bersama mengapa Al-Qur'an layak disebut sebagai karya copywriting yang sempurna. Apa Itu Copywriting? Sebelum masuk ke inti pembahasan, mari kita definisikan dulu apa itu copywriting . Secara sederhana, copywriting adalah seni menulis teks yang dirancang untuk memengaruhi pembaca atau audiens agar melakukan tindakan tertentu. Dalam dunia pemasaran, ini sering kali berarti membeli produk, mendaftar layanan, atau bahkan sekadar memberikan perhatian pada suatu pesan. Teks copywriti...

Tren "We Listen, We Don't Judge": Ketika Sepak Bola Humor Salah Kaprah di Indonesia

  Sepak bola dan tren media sosial punya kesamaan menarik: dua-duanya seru, penuh strategi, tapi sering juga salah kaprah saat dimainkan di lapangan yang berbeda. Salah satu tren media sosial yang bikin geger adalah " We Listen, We Don't Judge ." Kalau diibaratkan sepak bola, ini seperti permainan passing bola yang rapi: intinya berbagi cerita tanpa  tackle  berlebihan. Tapi saat tren ini dibawa ke Indonesia, kadang rasanya seperti nonton  striker  ngotot bawa bola sendiri ke gawang... yang malah autogol. Kick-Off: Makna Asli Tren Tren " We Listen, We Don’t Judge " dimulai dengan niat mulia. Bayangkan seorang  striker  yang bekerja sama dengan tim, oper bola cantik, dan akhirnya cetak gol bersama-sama. Di tren ini, semua orang berbagi cerita lucu tentang diri sendiri, sambil memastikan nggak ada yang merasa di- tackle  habis-habisan. Misalnya: "Kemarin ngantuk banget, salah masuk kamar orang lain di hotel. Untung nggak kena  ...

Pedang yang Tak Pernah Mereka Pegang, Tapi Darahnya Menggenang

Mereka bilang Islam menyebar dengan pedang. Itu sudah lagu lama. Kaset usang yang terus diputar ulang, bahkan saat listrik mati akal sehat. Dari ruang kelas hingga siaran televisi, dari artikel ilmiah yang pura-pura netral hingga obrolan kafe yang penuh superioritas samar—semua ikut bernyanyi dalam paduan suara yang berlagak objektif, tapi sebenarnya penuh kebencian dan ketakutan yang diwariskan secara turun-temurun. Konon, agama ini ekspansionis. Konon, para penganutnya doyan perang. Tapi mari kita berhenti sejenak. Tarik napas. Lihat sekeliling. Lihat reruntuhan di Irak yang bahkan belum sempat dibangun kembali. Lihat anak-anak di Gaza yang hafal suara drone lebih daripada suara tawa. Lihat reruntuhan peradaban yang ditinggal pergi oleh para pembawa “perdamaian.” Lalu tanya satu hal sederhana: siapa sebenarnya yang haus darah? Barat menyukai wajahnya sendiri di cermin. Tapi bukan cermin jujur—melainkan cermin sihir seperti di kisah ratu jahat. Di dalamnya, wajah pembantai bisa te...