Skip to main content

Selamat Datang di Dunia Ormas Seragam Militer: Si Jagoan Tanpa Tugas Jelas


Pernahkah Anda berjalan-jalan santai di lingkungan Anda, menikmati udara segar, lalu tiba-tiba merasa seperti berada di zona perang karena bertemu dengan segerombolan orang berseragam militer? Jangan khawatir, Anda bukan sedang dijajah! Anda hanya bertemu dengan ormas lokal yang hobi tampil ala-ala tentara, tanpa tahu tugas sebenarnya apa.

Seragam Mentereng, Tugas Mengawang

Mereka hadir dengan seragam yang nyaris membuat tentara asli tersenyum simpul: loreng-loreng, baret, bahkan lencana yang entah dari mana asalnya. Dengan dada dibusungkan dan langkah tegap, mereka terlihat siap menghadapi musuh. Tapi musuh siapa? Mungkin musuh imajiner mereka sendiri, karena seringnya yang mereka lakukan adalah mengatur lalu lintas yang sebenarnya sudah diatur, atau bahkan mengatur parkir di wilayah yang tidak membutuhkan pengaturan.

Sok Jagoan di Jalanan

Jangan heran jika Anda melihat mereka dengan gaya sok jagoan, berteriak-teriak di jalanan, membuat masyarakat sekitar ketakutan. Mereka mungkin berpikir mereka adalah pahlawan lokal, padahal warga hanya ingin mereka pergi dan membiarkan kehidupan kembali normal. Bukan perlindungan yang diberikan, melainkan ketidaknyamanan yang menyebar.

Kerja Sosial atau Sosialita?

Kadang-kadang, mereka melakukan aksi sosial, seperti membagikan sembako atau membersihkan lingkungan. Tapi jangan tertipu! Ini sering kali lebih untuk pencitraan dibanding niat tulus. Bak artis, mereka tidak lupa membawa fotografer pribadi untuk mengabadikan momen 'heroik' mereka dan mempostingnya di media sosial dengan caption penuh kebanggaan.

Latihan Militansi atau Karnaval Kostum?

Sering kali mereka mengadakan latihan yang katanya untuk kesiapsiagaan. Yang terlihat justru seperti karnaval kostum, di mana semua ingin tampil keren di depan kamera. Latihan baris-berbaris, simulasi perang, semua dilakukan dengan penuh semangat. Tapi saat ada masalah nyata, mereka menghilang seperti hantu di siang bolong.

Ketua yang Lebih Mirip Aktor

Ketua ormas seringkali tampil lebih sebagai aktor daripada pemimpin. Dengan pidato berapi-api yang isinya seringkali lebih cocok untuk film laga daripada kenyataan, mereka berusaha meyakinkan masyarakat bahwa mereka adalah pelindung sejati. Padahal, mungkin yang perlu dilindungi adalah masyarakat dari mereka sendiri.

Kesimpulan: Seragam Boleh Keren, Tindakan Tetap Bikin Resah

Jadi, apa yang bisa kita pelajari dari kehadiran ormas seragam militer ini? Mungkin bahwa seragam keren dan sikap sok jagoan tidak otomatis membuat mereka menjadi pahlawan. Yang dibutuhkan masyarakat adalah ketenangan, bukan keributan. Perlindungan, bukan ketakutan. Dan yang terpenting, aksi nyata, bukan sekadar gaya.

Jadi, jika Anda melihat mereka datang dengan langkah tegap dan seragam mentereng, tenang saja. Ingatlah bahwa yang paling kuat tidak selalu yang paling berisik, dan pahlawan sejati tidak selalu yang berseragam.

Selamat menikmati ketenangan sebelum mereka datang lagi!

Comments

Popular posts from this blog

Al-Qur'an: Masterpiece Copywriting dari Sang Pencipta

Pernahkah Anda berpikir bahwa Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bisa disebut sebagai bentuk copywriting yang sempurna? Bagi sebagian orang, gagasan ini mungkin terdengar unik, bahkan mengejutkan. Namun, jika kita melihat lebih dalam, keindahan, kekuatan pesan, dan pengaruh emosional dalam Al-Qur'an memang memiliki banyak kesamaan dengan elemen-elemen dalam seni copywriting . Bahkan, ia melampaui batasan copywriting modern dengan tujuan yang jauh lebih mulia dan dampak yang abadi. Mari kita bedah bersama mengapa Al-Qur'an layak disebut sebagai karya copywriting yang sempurna. Apa Itu Copywriting? Sebelum masuk ke inti pembahasan, mari kita definisikan dulu apa itu copywriting . Secara sederhana, copywriting adalah seni menulis teks yang dirancang untuk memengaruhi pembaca atau audiens agar melakukan tindakan tertentu. Dalam dunia pemasaran, ini sering kali berarti membeli produk, mendaftar layanan, atau bahkan sekadar memberikan perhatian pada suatu pesan. Teks copywriti...

Tren "We Listen, We Don't Judge": Ketika Sepak Bola Humor Salah Kaprah di Indonesia

  Sepak bola dan tren media sosial punya kesamaan menarik: dua-duanya seru, penuh strategi, tapi sering juga salah kaprah saat dimainkan di lapangan yang berbeda. Salah satu tren media sosial yang bikin geger adalah " We Listen, We Don't Judge ." Kalau diibaratkan sepak bola, ini seperti permainan passing bola yang rapi: intinya berbagi cerita tanpa  tackle  berlebihan. Tapi saat tren ini dibawa ke Indonesia, kadang rasanya seperti nonton  striker  ngotot bawa bola sendiri ke gawang... yang malah autogol. Kick-Off: Makna Asli Tren Tren " We Listen, We Don’t Judge " dimulai dengan niat mulia. Bayangkan seorang  striker  yang bekerja sama dengan tim, oper bola cantik, dan akhirnya cetak gol bersama-sama. Di tren ini, semua orang berbagi cerita lucu tentang diri sendiri, sambil memastikan nggak ada yang merasa di- tackle  habis-habisan. Misalnya: "Kemarin ngantuk banget, salah masuk kamar orang lain di hotel. Untung nggak kena  ...

Pedang yang Tak Pernah Mereka Pegang, Tapi Darahnya Menggenang

Mereka bilang Islam menyebar dengan pedang. Itu sudah lagu lama. Kaset usang yang terus diputar ulang, bahkan saat listrik mati akal sehat. Dari ruang kelas hingga siaran televisi, dari artikel ilmiah yang pura-pura netral hingga obrolan kafe yang penuh superioritas samar—semua ikut bernyanyi dalam paduan suara yang berlagak objektif, tapi sebenarnya penuh kebencian dan ketakutan yang diwariskan secara turun-temurun. Konon, agama ini ekspansionis. Konon, para penganutnya doyan perang. Tapi mari kita berhenti sejenak. Tarik napas. Lihat sekeliling. Lihat reruntuhan di Irak yang bahkan belum sempat dibangun kembali. Lihat anak-anak di Gaza yang hafal suara drone lebih daripada suara tawa. Lihat reruntuhan peradaban yang ditinggal pergi oleh para pembawa “perdamaian.” Lalu tanya satu hal sederhana: siapa sebenarnya yang haus darah? Barat menyukai wajahnya sendiri di cermin. Tapi bukan cermin jujur—melainkan cermin sihir seperti di kisah ratu jahat. Di dalamnya, wajah pembantai bisa te...