Pada 15 Mei 2025, media Korea Selatan, KBS News, merilis sebuah berita berjudul “Indonesia, jumlah warga miskin meningkat... ‘Manusia Perak’ di jalanan Jakarta”. Judul ini bukan hanya menyajikan fakta, tapi juga tamparan diplomatik secara tidak langsung bagi citra Indonesia di mata dunia.
Saat negara sibuk menjual mimpi-mimpi besar kepada investor luar, dunia justru menyaksikan bagaimana rakyat di ibu kota mencari makan dengan mengecat tubuh mereka perak dan menari ala robot di lampu merah demi recehan. Realita ini bukan lagi masalah domestik—kemiskinan Indonesia kini telah menyeberangi batas negara dan menjadi tontonan internasional.
“인도네시아 수도 자카르타 시내 도로에 은색 페인트로 온몸을 칠한 사람들이 눈에 띕니다. 현재에선 ‘실버맨’으로 불리는 이들은 정지한 차 앞에서 로봇 흉내를 내며 운전자들에게 돈을 받습니다. 25살 무난다르 씨는 일자리가 없어 가족 생계를 위해 선택한 일이라고 했습니다.”
“Di jalan-jalan pusat kota Jakarta, ibu kota Indonesia, orang-orang yang mengecat seluruh tubuh mereka dengan cat perak menarik perhatian. Orang-orang yang kini disebut sebagai ‘Manusia Perak’ ini berdiri di depan mobil-mobil yang berhenti dan memperagakan gerakan seperti robot, lalu menerima uang dari para pengemudi. Seorang wanita bernama Mudandar (25 tahun) mengatakan bahwa dia memilih pekerjaan ini karena tidak memiliki pekerjaan tetap dan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.”
Fenomena ini bukan sekadar tontonan jalanan, melainkan cerminan nyata dari kegagalan negara dalam menyediakan lapangan kerja yang layak dan jaring pengaman sosial bagi warganya.
Ironi di Tengah Klaim Penurunan Kemiskinan
Pemerintah sering kali membanggakan penurunan angka kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada September 2024, tingkat kemiskinan nasional mencapai 8,57%, terendah sejak 1960, dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 24,06 juta orang .
Namun, angka-angka ini perlu ditelaah lebih dalam. Garis kemiskinan nasional pada September 2024 ditetapkan sebesar Rp595.242 per kapita per bulan . Artinya, seseorang dianggap tidak miskin jika memiliki pengeluaran sedikit di atas angka tersebut, yang jelas tidak mencerminkan biaya hidup sebenarnya di banyak daerah, terutama di perkotaan seperti Jakarta.
Laporan dari Center of Economic and Law Studies (Celios) bahkan menyebutkan bahwa standar garis kemiskinan yang digunakan BPS tidak relevan dan jauh di bawah standar internasional. Jika menggunakan standar internasional, jumlah masyarakat miskin di Indonesia sesungguhnya jauh lebih besar dari yang tercatat oleh BPS
Pengangguran dan Pekerjaan Tidak Layak
Masalah pengangguran juga masih menjadi tantangan besar. Per Agustus 2024, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,47 juta orang, setara dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 4,91% . Meskipun terjadi penurunan dibanding tahun sebelumnya, angka ini tetap menunjukkan bahwa jutaan orang masih kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Rata-rata upah buruh pada Agustus 2024 sebesar Rp3,27 juta per bulan . Namun, dengan biaya hidup yang terus meningkat, terutama di kota-kota besar, upah tersebut sering kali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Janji Kampanye yang Belum Terpenuhi
Presiden Joko Widodo dalam kampanye 2014 berjanji untuk menurunkan tingkat kemiskinan hingga satu digit dan menciptakan 10 juta lapangan kerja baru. Meskipun beberapa capaian telah diraih, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak warga yang hidup dalam kemiskinan dan kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Fenomena "Manusia Perak" adalah bukti nyata bahwa janji-janji tersebut belum sepenuhnya terpenuhi. Ketika warga terpaksa mencari nafkah dengan cara yang tidak konvensional dan berisiko, itu menandakan adanya kegagalan sistemik dalam penyediaan lapangan kerja dan perlindungan sosial.
Kritik terhadap Pemerintah
Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan. Fokus tidak hanya pada pencapaian angka-angka statistik, tetapi juga pada kualitas hidup warga. Peningkatan investasi dalam sektor-sektor yang dapat menciptakan lapangan kerja berkualitas, reformasi sistem pendidikan dan pelatihan vokasi, serta perluasan jaring pengaman sosial adalah langkah-langkah yang harus diprioritaskan.
Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara sangat penting untuk memastikan bahwa dana publik benar-benar digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Penutup
Fenomena "Manusia Perak" bukan sekadar potret kemiskinan, tetapi juga cermin dari kegagalan negara dalam memenuhi tanggung jawabnya terhadap warganya. Ketika warga terpaksa mencari nafkah dengan cara yang tidak layak dan berisiko, itu menandakan adanya masalah serius yang harus segera diatasi.
Pemerintah harus segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah ini, bukan hanya dengan retorika, tetapi dengan tindakan nyata yang dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Comments
Post a Comment