Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2024

Sepertiga Malam yang Sunyi

Suatu waktu di sepertiga malam yang sunyi, di saat semua manusia berkhalwat dengan mimpi, seorang manusia, hamba dari Yang Maha Perkasa, merintih dalam sunyi, memanjatkan doa penuh asa. Dia bersujud, merapatkan dahi ke bumi, memohon ampunan dan rahmat yang tak bertepi. Tangisnya tumpah, mengalirkan segala beban, di hadapan Sang Pencipta, yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Di sepertiga malam itu, di antara kesunyian yang menyelimuti, hatinya mengadu, menyerahkan segala resah yang menghimpit. Dalam dzikir yang khusyuk, ia mencari ketenangan, menggapai cinta Ilahi, dalam keheningan yang menenangkan. Setiap hembusan napasnya adalah doa, setiap tetes air matanya adalah harap, semoga rahmat Allah senantiasa meliputi, membimbing langkahnya dalam jalan yang diridhoi. Malam terus beranjak, fajar pun menjelang, namun hatinya telah menemukan kedamaian, dalam dekapan cinta Sang Maha Kuasa, yang selalu mendengar rintihan hamba-Nya, di sepertiga malam yang sunyi, di saat semua manusia berkhalwat...

Cuma Gimmick

Pernah suatu waktu saya ditanya oleh anak dari kawan saya, "Om, si AT (selebriti perempuan Indonesia) beneran pacaran sama SS (aktor India)?" "Nggak kok. Itu cuma pura-pura aja." Dan tenanglah si anak itu. Dia bilang, dia nggak ikhlas kalau aktor pujaannya itu sampai menjalin cinta dengan selebriti perempuan itu.  Saya tahu itu hanya gimmick karena di meeting programming, bos bilang akan mengangkat isu liar tentang kedekatan AT dengan SS. Karena sinetron yang dibintangi SS sedang tayang di tivi kami. Dan cara paling efektif serta murah untuk mempromosikannya adalah dengan menyebarkan gosip.  Dosen periklanan saya pernah mengatakan, agar sebuah iklan dapat berada di top of mind pemirsa, maka iklan tersebut haruslah bagus sekali atau norak sekali. Untuk kasus AT dan SS ini saya masukkan ke dalam kategori yang kedua.  Jadi jika ada orang yang terlalu banyak gimmick, (menurut KBBI, adalah gerak-gerik tipu daya aktor untuk mengelabui lawan peran) maka sesungguhnya dia se...

Tawa Terakhir

  Lorong Waktu Malam itu dingin. Di bawah langit yang gelap dan tanpa bintang, suara pelabuhan kecil yang terbengkalai terdengar sunyi, hanya sesekali diselingi oleh deburan ombak. Batman dan Joker, dua musuh bebuyutan, tengah bertarung sengit. Perkelahian mereka menggema di antara peti-peti kargo yang berserakan. Joker tertawa seperti orang gila, darah mengalir dari sudut bibirnya. “Ayo, Batsy! Bukankah ini yang kau inginkan? Akhir dari segalanya!” Suaranya menggema, menusuk malam seperti pisau. Namun, di tengah perkelahian itu, sesuatu yang aneh terjadi. Batman tanpa sengaja memicu mesin besar berkarat di sudut pelabuhan. Mesin itu bergemuruh, mengeluarkan cahaya terang yang menyilaukan. Sebuah pusaran energi muncul, menarik mereka berdua dengan kekuatan tak terduga. Saat Batman berusaha melawan daya tarik itu, Joker kehilangan pijakan dan terlempar ke laut, tubuhnya menghilang di antara ombak yang dingin. Sementara itu, Batman terpental ke arah mesin yang berputar cepat....

Ah, Paling Nggak Apa-apa

Ada beberapa yang banyak orang berpikir "ah paling nggak apa-apa". Padahal efek samping setelahnya lumayan fatal.  Seperti:  - Share nomor hp orang lain tanpa izin Bisa jadi pemilik nomor yang bersangkutan keberatan jika nomor hpnya dibagikan. Atau dia ingin tahu dulu alasan dan siapa yang akan menerima nomornya. - Berbagi info tentang orang lain tanpa izin Serupa dengan alasan di atas. Plus, ini menyangkut privacy.  - Bertanya kapan skripsi kelar Selama masa pengerjaannya pun sudah menguras emosi. Maka pertanyaan seperti itu malah terkadang menimbulkan efek damage bagi yang bersangkutan. Ada baiknya biarkan lawan bicara kita saja yang memulai topik tersebut. - Juga bertanya kapan nikah Pernikahan adalah salah satu rahasia Tuhan. Termasuk umur dan rezeki. Terkadang yang bertanya lebih kepada kepo atau sekedar nyinyir ketimbang memberikan solusi. Dan bisa jadi yang bersangkutan sudah berusaha mencari jodohnya.  - Bertanya apa pekerjaan lawan bicara. Di masa pandemi se...

Benarkah seorang muslim tidak boleh galau?

Di awal-awal saya bekerja di perusahaan penyiaran saya sempat mengalami kegalauan. Jam kerja yang tidak normal, hari libur yang selalu berpindah serta load kerja yang kadang tidak manusiawi membawa saya kepada titik jenuh. Kadang dalam kontemplasi saya sering muncul pertanyaan, "Apakah kehidupan ini yang saya inginkan?"  Perubahan perilaku saya rupanya disadari oleh salah seorang kawan kerja saya. Saya akui ke dia kalau saya sedang galau. Dan dengan bijaksananya dia katakan, "Orang Islam itu nggak seharusnya galau, karena dia punya Allah." Saya hanya diam menanggapi hal tersebut. Di samping saat itu saya sedang lelah, ilmu saya pun hanya seujung kukunya.  Tapi benarkah seorang muslim tidak boleh galau?  Setelah ratusan purnama berlalu akhirnya saya menemukan jawaban dari pertanyaan yang masih mengganggu saya selama ini. Benarkah seorang muslim tidak boleh galau? Bukankah kegalauan itu adalah tanda kalau kita masih menjadi manusia? Bahkan Rasulullah, manusia mulia ke...

Timnas Era Baru: Diaspora, Drama, dan Harapan

  Sepakbola Indonesia mulai ngegas ke jalur yang benar. Timnas sekarang ibarat kopi susu kekinian—campurannya pas, apalagi dengan kehadiran pemain diaspora. Mereka datang bukan cuma bawa nama keren kayak Shayne Pattynama, tapi juga pengalaman dari liga-liga top yang bikin lokal kita auto-upgrade. Tapi ya namanya netizen, selalu ada yang bilang, “Ngapain pakai pemain luar? Kita harus 100% lokal!” Hadeh, kalau pakai bahan lokal doang tapi rasanya getir, siapa yang mau coba? Kenapa Diaspora Itu Bukan Naturalisasi Biasa? Ada yang bilang, “Eh, ini sama aja kayak naturalisasi!” Salah besar, bosku! Diaspora itu beda. Kalau naturalisasi biasa, misalnya Anda ngambil Lionel Messi buat main di Timnas, jelas ada yang salah di situ (tapi kalau bisa, mau juga sih, ya?). Diaspora ini pemain dengan darah Indonesia yang sudah terbiasa main di luar. Contohnya? Belanda, yang terkenal mainin keturunan Suriname kayak Ruud Gullit dan Clarence Seedorf, atau Prancis yang timnasnya kadang kayak mini-Afrika...

Tasamuh Ala Nasi Goreng: Resep Hidup yang Gurih-Gurih Damai

  Pernah nggak, Anda duduk di warung nasi goreng malam-malam, bau kecap gosong mulai naik ke hidung, dan Anda berpikir, “Eh, hidup ini kok kayak nasi goreng, ya?” Kalau belum pernah, tenang aja, saya juga baru kepikiran sekarang. Tapi serius, konsep tasamuh atau toleransi dalam Islam itu mirip banget dengan seni memasak nasi goreng. Kenapa nasi goreng? Karena, pertama, semua orang suka nasi goreng. Kedua, bikin nasi goreng itu kelihatannya sederhana, tapi kalau salah langkah, bisa bikin dapur jadi area konflik. Dan ketiga, nasi goreng itu fleksibel, kayak hidup—bisa diubah sesuai kebutuhan, asal nggak melanggar prinsip dasarnya: nasi, minyak, dan wajan. Jadi, mari kita belajar tentang tasamuh dengan cara yang gurih dan sedikit berbau bawang merah. Langkah 1: Menghormati Pilihan Bahan Orang Lain Setiap orang punya preferensi nasi goreng masing-masing. Ada yang suka nasi goreng kampung, ada yang seafood, ada juga yang nggak mau ribet dan cukup puas dengan nasi goreng t...

Menyoal Degradasi Fungsi Komunitas Literasi: Studi Kasus pada Komunitas Bisa Menulis (KMB)

  Abstrak Komunitas  literasi, dalam pengertiannya, merupakan ruang kolektif untuk berbagi ide, gagasan, dan karya tulis yang mencerminkan kecintaan terhadap dunia literasi. Namun, realitas sering kali berbanding terbalik dengan idealisme ini. Studi ini mengamati fenomena degradasi fungsi komunitas literasi berbasis daring, khususnya pada Komunitas Bisa Menulis (KMB), sebagai contoh konkret dari pergeseran fungsi menjadi ruang konten yang bersifat off-topic (OOT). Dengan menggunakan pendekatan kritis dan sosiologis, artikel ini bertujuan untuk mengkaji penyebab, dampak, dan solusi untuk mengembalikan esensi komunitas literasi sebagai pusat pertukaran intelektual.   Pendahuluan Komunitas literasi adalah ruang yang dibentuk untuk menciptakan ekosistem berbasis karya tulis yang berorientasi pada pengembangan kemampuan menulis, apresiasi terhadap karya sastra, dan diskusi intelektual yang konstruktif. Komunitas Bisa Menulis (KMB), salah satu grup literasi daring di platform m...

Memberi Kepastian kepada Kandidat: Profesionalisme yang Sering Terlupakan

Dalam dunia rekrutmen, ada satu hal sederhana yang sering diabaikan: memberi kepastian kepada kandidat yang tidak lolos seleksi. Padahal, ini bukan hanya soal sopan santun, tetapi juga cerminan profesionalisme dan integritas sebuah perusahaan. Bayangkan seseorang telah meluangkan waktu untuk menyusun CV, menulis surat lamaran, menunggu panggilan wawancara, lalu datang dengan penuh harapan. Mereka melewati tahap demi tahap seleksi dengan harapan mendapatkan kesempatan, tetapi kemudian, hening. Tidak ada kabar. Tidak ada email. Tidak ada kepastian. Lama-kelamaan mereka menyadari bahwa ketidakjelasan itu adalah jawabannya. Di sisi lain, perusahaan mungkin merasa tidak perlu menginformasikan hasil seleksi kepada kandidat yang tidak terpilih. Alasannya beragam, mulai dari keterbatasan waktu, jumlah pelamar yang terlalu banyak, atau sekadar menganggap bahwa diam adalah jawaban yang cukup. Namun, sebetulnya ini bukan hanya soal memberikan kabar, melainkan juga membangun citra dan kredibilitas...

Tren "We Listen, We Don't Judge": Ketika Sepak Bola Humor Salah Kaprah di Indonesia

  Sepak bola dan tren media sosial punya kesamaan menarik: dua-duanya seru, penuh strategi, tapi sering juga salah kaprah saat dimainkan di lapangan yang berbeda. Salah satu tren media sosial yang bikin geger adalah " We Listen, We Don't Judge ." Kalau diibaratkan sepak bola, ini seperti permainan passing bola yang rapi: intinya berbagi cerita tanpa  tackle  berlebihan. Tapi saat tren ini dibawa ke Indonesia, kadang rasanya seperti nonton  striker  ngotot bawa bola sendiri ke gawang... yang malah autogol. Kick-Off: Makna Asli Tren Tren " We Listen, We Don’t Judge " dimulai dengan niat mulia. Bayangkan seorang  striker  yang bekerja sama dengan tim, oper bola cantik, dan akhirnya cetak gol bersama-sama. Di tren ini, semua orang berbagi cerita lucu tentang diri sendiri, sambil memastikan nggak ada yang merasa di- tackle  habis-habisan. Misalnya: "Kemarin ngantuk banget, salah masuk kamar orang lain di hotel. Untung nggak kena  ...

Budaya FOMO dalam Gen-Z: Saat Hidup Seperti Gelombang Elektromagnetik di Media Sosial

Apakah kamu pernah merasa tertinggal karena nggak ikut tren TikTok terbaru? Atau mungkin gelisah karena semua orang di Instagram terlihat punya hidup seperti sinetron, sementara kamu masih mikirin cara hemat kuota? Tenang, kamu nggak sendiri. Ini adalah efek FOMO (Fear of Missing Out) , sebuah fenomena sosial yang sangat relevan dengan kehidupan Gen-Z. Apa Itu FOMO? FOMO, secara sederhana, adalah rasa takut ketinggalan. Di dunia media sosial, FOMO itu seperti radiasi gelombang elektromagnetik: nggak kelihatan, tapi menyebar cepat dan memengaruhi banyak hal. Setiap notifikasi, story baru, atau post influencer yang bilang, "Jangan sampai ketinggalan diskon hari ini!" adalah sinyal kuat yang bikin kita gelisah. Generasi Z, yang hidupnya sudah terhubung seperti rangkaian listrik paralel di media sosial, sangat rentan terhadap FOMO. Kenapa? Karena penyebaran informasi di platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter itu cepat banget, seperti kecepatan cahaya dalam vaku...