Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2025

PERTAMAX OPLOSAN: NIKMATI KEJUTAN DI TIAP TETESNYA!

Jadi, Anda pikir Anda sudah menjadi warga negara yang baik? Membeli Pertamax, menghindari subsidi, dan ikut serta dalam pembangunan negeri? HA! Lucu sekali. Karena di balik setiap liter yang Anda tuangkan ke tangki kendaraan, ada kejutan yang menanti. Tidak, bukan kejutan berupa performa mesin yang lebih baik—melainkan kejutan rasa khas industri kreatif negeri ini: Oplosan! Rasa Baru, Sensasi Baru! Siapa bilang hanya makanan dan minuman yang bisa punya varian rasa baru? Kini, dengan Pertamax Oplosan , Anda bisa menikmati sensasi unik yang tidak ada di negara lain! Sejenis pengalaman spiritual, di mana Anda membeli Ron 92 , tapi kendaraan Anda berkata, "Rasanya kayak Ron 90, tapi entahlah, lebih kayak Pertalite basi sih." Tidak percaya? Coba cek mesin kendaraan Anda. Apakah dia lebih sering batuk-batuk? Apakah konsumsi bahan bakarnya tiba-tiba lebih boros? Apakah performanya mendadak turun seperti negara yang kebanyakan utang? Kalau iya, selamat! Anda sudah menjadi bagian dari...

Gelembung Kemewahan vs. Realitas Rakyat Jelata

Belakangan ini, media sosial penuh dengan keluhan soal ekonomi yang makin sulit. Harga kebutuhan pokok naik, gaji segitu-gitu aja, masa depan terasa semakin gelap. Tapi di sisi lain, muncul juga kaum "cendekiawan Twitter" yang hobi nyinyir: "Katanya susah, tapi kok konser jutaan tetap penuh?" atau "Indonesia gelap, tapi kok masih banyak yang jalan-jalan ke luar negeri?" Sebentar, kita berhenti dulu buat mencerna ini. Ada dua kemungkinan. Pertama, memang kondisi ekonomi tidak separah yang dibilang, atau kedua, yang komentar ini hidup di dalam gelembung kemewahan yang begitu tebal sampai-sampai nggak bisa lihat realitas di luar sana. Tebak yang mana yang lebih masuk akal? Betul. Yang kedua. Realitas vs. Dunia Para Pesohor yang Hidup di 'Planet Lain' Orang kaya di negeri ini memang eksis, bukan mitos. Menurut Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), per November 2024, ada lebih dari 737.000 rekening bank dengan saldo di atas 1 miliar rupiah. Itu belum termas...

Ketika Uang Bicara: Manusia, Idealisme, dan Harga yang Tergadai

  Uang. Benda kecil yang bikin manusia lupa segalanya. Kadang bikin lupa asal-usul, lupa prinsip, bahkan lupa caranya jadi manusia. Lucu ya, lembaran kertas tanpa nyawa bisa bikin manusia yang katanya makhluk paling berakal justru kehilangan akal. "When money speaks, no one checks the grammar." Ketika uang bicara, nggak ada yang peduli tata bahasa. Nggak ada yang peduli salah benar. Yang penting ada angka. Ada nominal. Berapa banyak kita lihat orang-orang di luar sana yang menjual idealisme demi segepok uang? Dulu berapi-api bicara soal keadilan, giliran dikasih amplop tebal, suaranya mendadak bisu. Nyatanya, banyak yang prinsipnya cuma sekuat saldo rekening. Nihil angka, nihil suara. Tapi begitu ada transferan masuk, langsung cerewet. Ngaku pejuang rakyat, tapi rapat-rapatnya di restoran mahal, pesan makanan aja harganya setara gaji UMR. Ironis? Bukan. Udah jadi kelaziman. Korupsi, kolusi, suap-menyuap. Tiga dosa klasik yang kayaknya udah mendarah daging di banyak lini. Semu...

Pejabat dan Jurus Sesat Logika: Dari Ngeles Kelas Kakap Sampai Ngawur Tanpa Malu

Sudah menjadi tontonan sehari-hari, para pejabat dengan segala kebijaksanaannya (atau justru kebijak-bijakannya) kerap mengeluarkan pernyataan yang bikin dahi berkerut. Tapi jangan salah, bukan karena mendalamnya pemikiran mereka, melainkan karena betapa absurdnya logika yang mereka pakai. Kadang kita bertanya-tanya, ini benar-benar pemikiran mereka atau sekadar trik ngeles ala anak sekolah yang belum belajar tapi pede maju ke depan kelas? Mari kita kulik satu per satu lima logical fallacy yang sering dipakai para pejabat saat berbicara. Siap-siap ketawa, emosi, atau mungkin keduanya! 1. Slippery Slope: Logika "Nanti Bakal Begini dan Begitu" Pernah dengar argumen seperti, "Gak usah takut nanam pohon sawit. Namanya juga pohon, ada daunnya. Bisa nyerap oksigen." Nah, ini contoh klasik dari kesesatan berpikir Slippery Slope. Argumen ini mengasumsikan bahwa karena satu hal memiliki kemiripan dengan hal lain, maka dampaknya pasti sama. Ibarat bilang, "Ular dan cacin...

Dua Orang, Dua Cangkir Kopi, dan Percakapan yang Menghangatkan

Di sudut sebuah kedai kopi kecil yang tenang di tengah kota, dua pria duduk saling berhadapan di sebuah meja kayu yang dipenuhi dengan buku-buku dan laptop. Aroma kopi yang harum memenuhi udara, memberikan rasa nyaman dan santai. Ardi, seorang pekerja kantoran berusia 35 tahun, sedang menyeruput kopi Americano-nya. Dia baru saja menyelesaikan presentasi besar di kantornya dan memutuskan untuk mengambil waktu sejenak untuk bersantai. Di seberangnya, Bimo, seorang pengusaha berusia 40 tahun, menikmati secangkir kopi latte. Bimo baru saja keluar dari rapat penting dengan beberapa klien. Awalnya, mereka hanya duduk dalam diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Ardi sesekali melirik ke arah layar ponselnya, membaca berita terbaru tentang pertandingan bola semalam. Sementara itu, Bimo memeriksa email dari asistennya yang berisi update tentang proyek terbaru. "Mas, nonton pertandingan bola semalam?" Ardi memecah keheningan, mencoba memulai percakapan. Bimo menoleh dan tersenyum...

Para Gladiator Dunia Maya: Buzzer Politik dan Seni Menjilat dengan Penuh Dedikasi

Ada satu profesi yang tak tercatat dalam buku pelajaran sekolah, tak ada jurusan khusus di universitas, dan tak perlu sertifikasi keahlian. Profesi ini unik, tak butuh moral, cukup dengan loyalitas dan jari-jari yang lincah. Mereka adalah para buzzer politik, tukang cebok rezim, para juru tepuk, juru sorak, sekaligus juru selamat bagi citra pemerintahan yang mulai kusam. Pemadam kebakaran kalau istilahnya di perusahaan-perusahaan. Mereka beroperasi dalam bayangan, menjajakan narasi, dan kalau perlu, menyulap kebohongan menjadi kebenaran mutlak. Bayangkan seorang pelayan kerajaan di zaman dahulu, yang tugasnya memastikan raja selalu terlihat hebat, meski kerajaan sedang terbakar. Nah, buzzer politik ini tak jauh beda. Bedanya, mereka tak perlu mengenakan pakaian resmi, cukup bermodal akun anonim, sedikit kreatifitas dalam memutarbalikkan fakta, dan tentu saja, keberanian untuk menelan kehormatan sendiri demi sesuap nasi. Tapi ada juga sih yang pakai nama asli di akunnya. Dengan gelar ak...

Dilarang Nyanyi, Nanti Pintar! (Fenomena Streisand Effect dan Lagu yang 'Haram' Didengar)

Dunia ini memang aneh. Ada orang yang ingin terkenal tapi malah ditolak mentah-mentah oleh spotlight, dan ada juga yang niatnya ingin menghilangkan sesuatu tapi justru sukses membuatnya makin mendunia. Itulah yang disebut dengan Streisand Effect , fenomena di mana sesuatu yang berusaha ditutupi malah jadi makin viral dan terkenal. Dan ya, baru-baru ini kita disuguhkan contoh nyata dari efek ini: kasus lagu "Bayar, Bayar, Bayar" dari band punk asal Purbalingga, Sukatani . Awalnya, mungkin hanya sekumpulan punkers di sudut warung kopi yang tahu lagu ini. Tapi begitu ada 'pihak tertentu' yang merasa perlu memberikan tanggapan serius—boom! Lagu ini melesat ke permukaan. Publik pun penasaran, bertanya-tanya: Lagu macam apa yang sampai bikin ada permintaan maaf segala? Lagu yang Mengguncang Dunia (Eh, Maksudnya Indonesia) "Bayar, Bayar, Bayar" adalah lagu yang liriknya bisa bikin dompet mendadak kosong sebelum akhir bulan. Sejak pertama kali dirilis pada Juli 2023...

Mengingat Argentina Lewat Imagining Argentina

Indonesia pernah berada di bawah bayang-bayang rezim yang mengekang kebebasan berpendapat. Selama lebih dari tiga dekade, Orde Baru di bawah Soeharto mengontrol ketat media, membungkam oposisi, dan tak segan-segan menggunakan cara represif untuk mempertahankan kekuasaan. Peristiwa seperti penculikan aktivis menjelang reformasi 1998 adalah bukti nyata bagaimana negara bisa menjadi ancaman bagi rakyatnya sendiri. Hal serupa terjadi di Argentina pada era 1970-an, di bawah kediktatoran militer yang dikenal sebagai Dirty War . Film Imagining Argentina (2003), garapan Christopher Hampton dengan Antonio Banderas dan Emma Thompson sebagai pemeran utama, membawa penonton menyelami tragedi yang menimpa rakyat Argentina. Ini bukan sekadar drama biasa, tetapi sebuah refleksi menyakitkan tentang ketidakadilan yang begitu nyata. Kisah di Balik Film Imagining Argentina berkisah tentang Carlos Rueda (Antonio Banderas), seorang penulis teater di Buenos Aires yang hidup bersama istrinya, Cecilia (Emma...

Kekerasan dan Ilusi tentang Identitas dalam Perspektif Amartya Sen

Pendahuluan Buku Kekerasan dan Ilusi tentang Identitas ( Identity and Violence: The Illusion of Destiny ) karya Amartya Sen mengeksplorasi bagaimana identitas individu sering dipersempit dalam cara yang merugikan. Sen berpendapat bahwa banyak konflik yang terjadi di dunia modern adalah hasil dari konstruksi identitas yang keliru, di mana individu dipaksa menerima satu label identitas tertentu, mengabaikan keberagaman identitas yang mereka miliki. Dalam analisisnya, Sen mengkritik cara dunia melihat identitas manusia yang sering kali bersifat eksklusif dan tidak mencerminkan kenyataan sosial yang lebih kompleks. Identitas sebagai Konstruksi Sosial Salah satu gagasan utama dalam buku ini adalah bahwa identitas manusia tidak bersifat tetap atau monolitik, melainkan sesuatu yang dapat berubah dan dikonstruksi melalui pengalaman dan interaksi sosial. Sen menolak gagasan bahwa seseorang harus memiliki satu identitas dominan yang menutupi semua aspek lain dari kehidupannya. Menurutnya, ses...

Dari Hutan ke Padang Pasir: Perjuangan Tanpa Akhir Melawan Kolonialisme

Sejarah umat manusia dipenuhi dengan kisah penaklukan dan dominasi. Pada abad ke-15, bangsa-bangsa Eropa memulai ekspedisi besar-besaran yang tidak hanya mencari jalur perdagangan baru tetapi juga menaklukkan wilayah-wilayah yang kaya sumber daya. Portugis, Spanyol, Belanda, Prancis, dan Inggris berlomba-lomba menguasai dunia, menanamkan sistem kolonial yang menekan rakyat pribumi dan menguras kekayaan mereka. Perbudakan, eksploitasi, dan dominasi ekonomi menjadi senjata utama imperialisme. Afrika, Asia, dan Amerika Latin menjadi ajang perebutan kekuasaan, dan rakyatnya dipaksa tunduk di bawah sistem yang menguntungkan penjajah. Namun, seiring berjalannya waktu, perlawanan pun muncul. Para pejuang dari berbagai penjuru dunia menentang kolonialisme dengan berbagai cara, mulai dari perang gerilya, diplomasi, hingga perlawanan budaya. Meski banyak dari mereka gugur dalam perjuangan, semangat mereka tetap hidup dan menginspirasi generasi berikutnya. Di era modern, kolonialisme mungkin tida...

Dulu Sembunyi, Sekarang Terbuka: Rokok, Guru, dan Moral Anak Sekolah

Kalau kita bandingkan masa-masa sekolah dulu dengan sekarang, pasti banyak perbedaannya, baik dari segi perilaku, cara belajar, sampai gaya hidup sehari-hari. Saya jadi teringat waktu masih duduk di bangku SMA. Jujur, dulu saya merokok, dan meskipun saya tahu itu salah, setidaknya ada satu hal yang saya pegang: nggak akan pernah merokok di depan orang yang lebih tua, apalagi di dekat sekolah. Rasanya nggak sopan dan malu kalau sampai ketahuan guru-guru. Kami yang merokok selalu cari tempat yang jauh dari sekolah. Ada rasa hormat dan “nggak enakan” yang masih terjaga. Sekarang? Beda banget. Anak-anak sekolah jaman sekarang tampaknya lebih “berani” menunjukkan perilaku mereka. Bukan cuma merokok, tapi juga melakukannya dengan seragam sekolah dan di tempat umum tanpa rasa canggung. Setiap pagi, saat saya mengantar anak ke sekolah, saya sering lihat anak-anak ini merokok di jalanan, di atas motor, menuju ke sekolah. Kadang mereka masih sempat merokok di parkiran, yang jaraknya cuma sepelem...

Ketika Jujur Cari Duit Jadi Dosa di Mata HR

Suatu hari di negeri antah-berantah, seorang HR Manager merasa dirinya seperti dewa, mengontrol nasib setiap pencari kerja dengan pertanyaan magis, "Kenapa Anda ingin bekerja di sini?" Jawaban jujur, "Cari uang," dianggap seperti dosa besar. Memangnya apa yang diharapkan oleh HR Manager ini? Mungkin mereka ingin mendengar bahwa kandidat ingin menyelamatkan dunia dari kehancuran, membawa kedamaian abadi, atau mungkin menjadi pahlawan super yang mampu mengangkat perusahaan ke langit ketujuh. Bayangkan jika seorang kandidat berkata, "Saya ingin bekerja di sini untuk memperbaiki ketidakadilan sosial, menghapus kemiskinan, dan menciptakan utopia modern." Pasti HR Manager akan tersenyum lebar seperti baru saja menemukan batu filosof yang hilang. Apa yang sebenarnya bisa diberikan kepada perusahaan? Nyawa? Jiwa? Atau mungkin sepotong dari hati? Waktu, tenaga, dan pikiran sudah pasti. Tetapi tidak, itu belum cukup bagi HR yang terobsesi dengan pengabdian tanpa bat...

Merah atau Putih: Apa Warna Cangkir Kopi yang Lebih Menggugah Selera?

Waktu saya kuliah di kelas periklanan, dosen saya pernah bilang sesuatu yang terus terngiang sampai sekarang. Katanya, "Kalau mau bikin iklan kopi yang efektif, pakailah cangkir merah. Merah itu bikin kopi terasa lebih kuat, lebih kaya, dan lebih menggoda." Saat itu, saya nggak terlalu mikir panjang, tapi sekarang saya mulai bertanya-tanya, kenapa kok merah? Dan kenapa sekarang, banyak iklan kopi justru pakai cangkir putih? Kenapa ada pergeseran dari cangkir merah ke putih dalam dunia iklan kopi dan apa sebenarnya efek psikologis dari dua pilihan warna tersebut. Merah yang Menyala: Energi dan Kekuatan dalam Secangkir Kopi Kembali ke pendapat dosen saya, cangkir merah memang punya daya tarik tersendiri. Warna merah sering dikaitkan dengan energi, kekuatan, dan hasrat. Dalam dunia pemasaran, warna ini nggak sekadar menyala, tapi benar-benar ‘berbicara’ kepada konsumen. Merah dapat meningkatkan persepsi rasa dan memberikan kesan bahwa produk yang dikemas atau ditampilkan dengan ...

Someday I’ll Be Saturday Night: Lagu Tentang Jatuh, Bangkit, dan Bertahan

Dalam hidup, ada masa-masa di mana semuanya terasa berat. Seakan-akan dunia ini tidak berpihak, dan setiap langkah yang kita ambil malah terasa semakin membawa kita ke jurang yang lebih dalam. Dalam momen seperti itu, sebuah lagu bisa menjadi sahabat yang mengerti tanpa perlu banyak bicara. Salah satu lagu yang penuh makna dan bisa menjadi pelipur lara adalah "Someday I'll Be Saturday Night" dari Bon Jovi. Lagu ini bukan sekadar lagu rock biasa, melainkan sebuah pesan tentang harapan di tengah keputusasaan. Ketika Hidup Terasa Seperti Hari Senin yang Panjang Lagu ini dimulai dengan kisah seorang pria bernama Jim yang merasa hidupnya berantakan: "Hey, my name is Jim, where did I go wrong? My life's a bargain basement, all the good shit's gone." Dari awal saja, lagu ini sudah menampilkan realitas pahit. Jim merasa hidupnya seperti toko diskon murah—semua yang bagus sudah diambil orang lain, menyisakan sisa-sisa yang tidak berharga. Ini adalah metafora yan...

Valentine dalam Timbangan Islam: Cinta Sejati atau Perayaan Semu?

Setiap tanggal 14 Februari, dunia dipenuhi dengan simbol cinta seperti bunga, cokelat, dan kartu ucapan yang dikomersialisasikan dalam perayaan yang dikenal sebagai Hari Valentine. Bagi banyak orang, ini adalah momen untuk mengekspresikan kasih sayang kepada pasangan atau orang tercinta. Namun, dari perspektif Islam, perayaan ini lebih terlihat sebagai ajang konsumtif daripada sebagai simbol kasih sayang yang hakiki. Sejarah Awal Valentine Valentine’s Day berasal dari legenda Santo Valentinus, seorang pendeta Kristen pada abad ke-3 yang konon menentang larangan Kaisar Romawi Claudius II terhadap pernikahan prajurit muda. Valentinus kemudian dihukum mati pada tanggal 14 Februari, yang akhirnya dikenang sebagai hari kasih sayang. Beberapa sumber lain juga mengaitkannya dengan festival pagan Romawi bernama Lupercalia, yang merupakan ritual kesuburan dan perayaan penuh hura-hura. Seiring berjalannya waktu, Gereja Katolik mengadaptasi perayaan ini sebagai hari peringatan bagi Santo Valentin...

Transformasi Dunia Kerja: Dari Dukun hingga Manajer Media Sosial

  Kata Pengantar Bayangkan sebuah perjalanan melintasi waktu, di mana kita bisa menyaksikan bagaimana manusia pertama kali bertahan hidup hingga bagaimana kita sekarang menavigasi dunia digital. Seiring berjalannya waktu, manusia telah menciptakan berbagai profesi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Beberapa profesi telah ada sejak zaman prasejarah, sementara yang lainnya baru muncul dalam beberapa dekade terakhir seiring dengan kemajuan teknologi. Mari kita jelajahi lima profesi tertua di dunia dan lima profesi termuda di dunia, memahami bagaimana mereka berkembang dan peran penting mereka dalam masyarakat, dilengkapi dengan kutipan dari sumber terpercaya. Profesi Tertua di Dunia Dukun atau Tabib Bayangkan ribuan tahun yang lalu, di sebuah desa terpencil, ada seorang pria atau wanita yang selalu menjadi tujuan ketika ada yang sakit atau mengalami masalah spiritual. Mereka adalah dukun atau tabib, yang menggunakan ramuan herbal, ritual, dan doa...